Membangun Papua Si "Anak Kandung" Indonesia

Dua tahun sudah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin Indonesia. Di tahun kedua, percepatan pembangunan menjadi fokus utama pemerintah. Pemerintah fokus pada tiga langkah terobosan untuk pengentasan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan sosial. Ketiga langkah direalisasikan melalui percepatan pembangunan infrastruktur, percepatan pembangunan sumber daya manusia, dan percepatan kebijakan deregulasi ekonomi.

Terkait pembangunan, pemerintah sejak awal bertekad menghapus kesenjangan pembangunan antara Kawasan Indonesia Barat dengan Kawasan Indonesia Timur. Pembangunan harus merata di seluruh Indonesia guna memperkuat konektivitas antar wilayah dan memperkecil ketimpangan dan kesenjangan sosial. Pembangunan juga harus digencarkan dari pinggiran, sebagaimana yang tercantum dalam Nawa Cita, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Berdasarkan rapor dua tahun pemerintahan Joko Widodo, dapat terlihat bahwa perekonomian nasional mengalami pertumbuhan sebesar 5,04 persen di Semester I 2016 ditengah kelesuan ekonomi global, dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi global hanya sebesar 2,5 persen. Untuk pertama kalinya pula, Kawasan Indonesia Timur mengalami pertumbuhan terbesar sebanyak 6,05 persen dibandingkan dengan pertumbuhan di kawasan Indonesia Barat sebesar 4,84 persen.

Ironi Papua

Membahas Papua seperti sebuah ironi dan anomali. Bumi mereka kaya, tetapi rakyat yang tinggal di atasnya hidup dalam kesulitan. Tak hanya masalah kesejahteraan, perkara konflik berkepanjangan dan stigma separatis yang susah hilang membuat rakyatnya kerap dicekam ketakutan.

Sudah terlalu lama tanah Papua bak anak tiri di bumi Indonesia, yang amat minim merasakan sentuhan pembangunan. Lebih ironis lagi, Papua berkubang dalam kemiskinan, padahal mereka punya modal berlimpah untuk bergelimang kesejahteraan. Tiada yang meragukan betapa luar biasanya kekayaan alam yang terkandung di bumi Papua. Semua ada, mulai hasil hutan hingga beragam jenis tambang. Ada kekeliruan dalam mengelola Papua. Faktanya Papua terus diperlakukan berbeda ketimbang propinsi-propinsi lain.

Di bawah kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla, negara betul-betul menempatkan Papua sebagai anak kandung Republik. Cara pandang negara terhadap Papua mulai berubah. Papua mulai merasakan sentuhan pembangunan. Pendekatan negara terhadap Papua juga telah bergeser. Kecenderungan dalam mengedepankan pendekatan keamanan berubah menjadi pendekatan kesejahteraan.

Pengentasan Daerah Tertinggal di Papua

Salah satu fokus pembangunan di Kawasan Indonesia Timur adalah Papua. Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, kawasan Papua adalah daerah yang paling banyak masuk dalam kategori kabupaten daerah tertinggal. Tercatat di Propinsi Papua Barat terdapat 7 kabupaten daerah tertinggal, sedangkan di Propinsi Papua terdapat 26 kabupaten daerah tertinggal. Dari total 5.204 desa yang ada di Papua, sebanyak 4.049 atau 77,81 persen diantaranya merupakan desa tertinggal. Hal ini tentu menjadi perhatian utama pemerintah, terutama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam upaya mengentaskan daerah tertinggal yang ada di Papua.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memproyeksikan target pengentasan Daerah Tertinggal pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebanyak 80 daerah tertinggal terentaskan dari total 122 kabupaten yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal. Hingga saat ini sudah terdapat 50 kabupaten yang berpotensi untuk dientaskan atau berpotensi untuk maju, dua diantaranya adalah kabupaten yang ada di wilayah Papua, yaitu Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Kepulauan Yapen. Kemudian terdapat 13 Kabupaten yang berpotensi masuk ke dalam target RPJMN 2015-2019, yaitu Kabupaten Keerom, Kabupaten Marauke, Kabupaten Supiori, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Nabire, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Waropen. Ke 13 kabupaten tersebut adalah kabupaten yang memiliki nilai indeks paling mendekati klasifikasi potensi daerah untuk maju.

Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tahun 2016 mengalokasikan dana sebesar Rp. 48.432.569.000 untuk Propinsi Papua dan Rp. 36.819.501.000 untuk Propinsi Papua Barat. Anggaran tersebut disalurkan melalui tiga Direktorat, yaitu Direktorat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Direktorat Pengembangan Ekonomi Lokal dan Direktorat Peningkatan Sarana dan Prasarana.

Pada Direktorat Pengembangan Sumber Daya Manusia bantuan kegiatan yang disalurkan berupa pengadaan alat kesehatan Puskesmas Pembantu di Kabupaten Yahukimo dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Teluk Bintuni. Aspek pendidikan dan kesehatan menjadi fokus sebagai upaya untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Teluk Bintuni. Menurut Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia, Priyono, kegiatan Direktorat Pengembangan Sumber Daya Manusia ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan sehingga angka lama sekolah di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Teluk Bintuni dapat ditingkatkan.

Untuk tahun 2017, kegiatan Direktorat Pengembangan Sumber Daya Manusia akan difokuskan pada kegiatan pelatihan masyarakat sebagai upaya mewujudkan desa mandiri. Melalui pelatihan pengolahan produksi lokal diharapkan mampu menciptakan masyarakat mandiri dan membantu peningkatan ekonomi lokal yang menjadi fokus Direktorat Pengembangan Ekonomi Lokal.

Direktorat Pengembangan Ekonomi Lokal sendiri pada tahun 2016 memberikan bantuan berupa sarana pengembangan industri rumah tangga di Kabupaten Raja Ampat. Industri pengolahan hasil laut adalah salah satu industri yang berkembang di Kabupaten Raja Ampat yang kaya akan hasil lautnya. Industri rumah tangga yang dihasilkan berupa abon ikan, ikan asin, kerupuk ikan, kerupuk udang dan lainnya.

Menurut Direktur Pengembangan Ekonomi Lokal, Muhammad Nur, kegiatan Direktorat Pengembangan Ekonomi Lokal akan difokuskan pada produk atau komoditi yang menjadi unggulan ditiap daerah, sehingga produk tersebut dapat menjadi produk unggulan daerah yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Dalam rangka mendukung mengembangkan produk unggulan daerah, perlu juga disiapkan infrastruktur penunjang untuk mempermudah akses pemasaran produk unggulan daerah tersebut. Menurut Direktur Peningkatan Sarana dan Prasarana, Noviar Luthfi, untuk daerah Papua Direktorat Peningkatan Sarana dan Prasarana menyalurkan bantuan sebesar Rp 85 miliar untuk pembangunan jalan non status di Kabupaten Deiyai, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Nabire, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Tambrauw.

Pembangunan jalan ini diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat sekaligus membuka keterisoliran. Selama ini tidak dapat dipungkiri masalah infrastruktur jalan menjadi permasalahan di daerah Papua. Selain pembangunan jalan non status, Direktorat Peningkatan Sarana dan Prasarana juga menyalurkan bantuan berupa pembangunan sarana air bersih.

Sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat (P4B), termasuk di dalamnya Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2011 tentang Unit Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (UP4B), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bersama Kementerian dan Lembaga lainnya terus berupaya melakukan aksi nyata dalam upaya pengentasan daerah tertinggal di wilayah Papua.

Berbagai strategi dilakukan dalam upaya pembangunan daerah tertinggal di wilayah Papua, berupa penurunan biaya distribusi bahan pokok dan melancarkan distribusi kebutuhan bahan pokok; pemberian insentif untuk pihak swasta; peningkatan kapasitas, kesejahteraan dan distribusi guru dan tenaga kependidikan; pengembangan pendidikan kesetaraan (kelompok belajar paket A,B,C); pemberian kuota khusus beasiswa Perguruan Tinggi untuk daerah tertinggal; peningkatan kapasitas, kesejahteraan, dan distribusi tenaga kesehatan  di wilayah terisolir dan wilayah perbatasan; pemerataan alat kesehatan dan obat-obatan di daerah tertinggal dan perbatasan; pengembangan 15 ruas jalan strategis sepanjang 966 Km di Propinsi Papua; pengembangan PLTMH, PLTS, PLTU dan Biomass; pembangunan menara penguat sinyal dan radio penguat siaran RRI dan TVRI; pembangunan  perumahan layak huni; pembangunan sarana air bersih sehat; pembangunan dan rehabilitasi sarana pendidikan dasar; penyediaan bus sekolah; pengadaan sarana kesehatan keliling dan sarana kesehatan terapung; dan pengembangan fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pratama.

Adapun Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa pada Tahun 2016 mengalokasikan dana sebesar 85 miliar  dalam rangka upaya pengentasan daerah tertinggal di wilayah Papua.

Untuk Propinsi Papua kegiatan Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal berupa Pengadaan alat kesehatan untuk Puskesmas di Kabupaten Yahukimo. Kemudian pembangunan jalan non status di Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jaya Wijaya, Kabupaten Lanny Jaya dan Kabupaten Intan Jaya.

Sedangkan Propinsi Papua Barat kegiatan Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal berupa peningkatan sarana dan prasarana alat peraga di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Teluk Bintuni, pembangunan jalan non status di Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw, kemudian pembangunan sarana air bersih dan bantuan sarana pengembangan industri rumah tangga di Kabupaten Raja Ampat.

Membangun Papua

Kebijakan baru pemerintah terhadap Papua bukanlah sekedar janji dan kata-kata, melainkan langsung direalisasikan di lapangan. Dimulai dengan proyek pembangunan infrastruktur listrik di Papua. Presiden Joko Widodo ingin semua kecamatan di Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat terang benderang pada tahun 2019. Sampai dengan saat ini, rasio elektrifikasi di Papua baru mencapai angka 47 persen, artinya masih terdapat 53 persen penduduk Papua belum menikmati listrik.

Dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke Papua pada 17 Oktober lau, Presiden meresmikan sekaligus enam proyek pembangunan pembangkit listrik di Papua. Keenamnya ialah Pembangkit Listrik Tenaga Air Orya Genyem 2 x 10 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro Prafi 2 x 1,25 MW, Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 kilo Volt Genyem-Waena-Jayapura sepanjang 174,6 kilometer sirkit, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kilo Volt Holtekamp-Jayapura sepanjang 43,4 kilometer sirkit, Gardu Induk Waena-Sentani 20 Mega Volt Ampere, dan Gardu Induk Jayapura 20 Mega Volt Ampere.

Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa proyek elektrifikasi di Papua diharapkan selesai pada 2019, sehingga nantinya elektrifikasi di Papua sudah diatas 90 persen. "Saya sampaikan, saya enggak mau 2020, saya minta 2019 seluruh kecamatan sudah terang semua," kata Presiden Joko Widodo yang langsung disambut tepuk tangan warga Papua. Hal tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak dan untuk menggerakkan roda perekenomian masyarakat Papua.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Keputusan untuk menyamakan harga BBM di Papua. Hal ini dilakukan mengingat selama ini terjadi ketidakadilan harga BBM. Selama ini sebagian warga Papua harus membayar harga BBM puluhan kali lipat ketimbang harga di daerah lain.

"Ada ketidakadilan, di Jawa hanya 7.000 di sini Pak Kapolda menyampaikan di atas atau di wilayah pegunungan Papua ada yang mencapai 100 ribu per liter, di Wamena 70 ribu per liter. Tidak bisa ini begini terus. Jadi di barat, di tengah, dan di timur harusnya sama harganya. Bu Menteri, Pak Dirut Pertamina menyampaikan ke saya kalau jual 7.000 per liter rugi banyak sekali. Ini bukan urusan untung rugi, saya minta Bu Menteri jalan keluar yang penting harga sama di Jawa Rp 6.450 per liter," ujar Presiden Joko Widodo.

Kebijakan Presiden Joko Widodo menetapkan one price policy yang berlaku di seluruh Indonesia termasuk Papua berhasil mendorong pembukaan agen penyaluran minyak dan solar (APMS) serta pembangunan SPBU setelah menurunkan harga bensin dan solar menjadi sama dengan daerah lainnya di Indonesia. Dimulai dari Kabupaten Puncak, Kabupaten Pegunungan Arfak, Kabupaten Mamberamo dan Kabupaten Nduga. Dengan adanya kesamaan harga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dari segi pembangunan infrastruktur, pemerintah terus menggenjot pembangunan infrastruktur di Papua. Itulah solusi untuk menggerakkan perekonomian, membuka ketertutupan dan untuk menciptakan kesejahteraan.

Pembangunan infrastruktur di Papua dilakukan untuk menghilangkan perbedaan harga barang yang mencolok dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Berbagai sektor yang merupakan penghambat kesejahteraan masyarakat di Papua terus digenjot pemerintahan, sebut saja pembangunan infrastruktur yang telah menghabiskan dana yang tidak sedikit untuk merealisasikan berbagai proyek pembangunan seperti Jalan Trans Papua, Bandara, Pelabuhan dan jembatan.

Proyek Trans Papua sepanjang 4.325,10 kilometer yang terdiri dari 3.031,40 kilometer jalan di Propinsi Papua dan 1.293,70 kilometer jalan di Propinsi Papua Barat dimaksudkan untuk menghubungkan Ibu Kota, Kabupaten, Kecamatan, hingga Distrik di Papua. Hasilnya ruas jalan yang sudah tersambung hingga saat ini sepanjang 3.832,20 km, hanya tersisa 492,90 kilometer ruas jalan yang belum tersambung.

Setidaknya terdapat dua aspek penting yang akan terbantu dengan pembukaan akses transportasi darat hampir di seluruh wilayah Papua. Pembangunan jalan Trans Papua berdampak positif, pertama dampak kepada harga dan kedua pembangunan di daerah yang terhubung.

Selain infrastruktur jalan, pemerintah juga membangun bandara, pelabuhan serta jembatan sebagai upaya untuk menyatukan daerah-daerah di Papua. Untuk Bandara dibangun Bandara Werur di Kabupaten Tembrauw. Dengan adanya Bandara Werur, maka jarak tempuh menuju Raja Ampat akan semakin mudah dan cepat, yakni hanya 25 menit dari Sorong. Bandara Werur dibangun dengan panjang landasan mencapai 1.200 meter, serta lebar 23 meter. Keberadaan bandara ini diharapkan mampu meningkatkan aksesibilitas transportasi dari dan menuju kabupaten Tembrauw.

Kemudian pembangunan Bandara Wamena yang menghabiskan dana sebesar 200 miliar, serta pembangunan Bandara Sorong Dominique Edward Osok yang diperluas hingga 13.700 m2 dan dapat menampung 782 penumpang yang menghabiskan dana sebesar 236 miliar.

Selain bandara, dibangun pula pelabuhan-pelabuhan, seperti Pelabuhan Laut Kota Sorong, Pelabuhan Depapre dan Pelabuhan Perikanan Samudera Merauke.

Pelabuhan Laut Kota Sorong. Pelabuhan yang akan terintegrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong ini nantinya bisa menampung lima kapal sandar. Pemerintah sendiri akan menjadikan Pelabuhan Laut Kota Sorong sebagai pelabuhan internasional di timur Indonesia.

Pelabuhan Depapre. Pelabuhan Depapre adalah pelabuhan peti kemas, curah cair dan curah kering yang terletak di Teluk Tanah Merah menghadap Samudera Pasifik berjarak 30 km dari pelabuhan lama Jayapura. Pelabuhan ini sekitar 27 km dari Sentani yang merupakan ibukota Kabupaten Jayapura, dan 60 km dari Jayapura yang merupakan ibu kota propinsi Papua.

Kemudian Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) di Merauke. Pembangunan PPS ini sangat dibutuhkan karena tanpa adanya fasilitas penunjang, maka potensi alam di bidang perikanan tidak dapat dikelola semaksimal mungkin. Papua yang kaya akan potensi perikanan selama ini hasilnya diekspor melalui Surabaya, sehingga nantinya PPS Merauke secara bertahap dapat digunakan oleh para investor untuk berniaga secara lebih luas.

Untuk mempersingkat waktu tempuh dari kota Jayapura menuju Skow, Distrik Muara Tami yang merupakan perbatasan RI-Papua Nugini, pemerintah membangun Jembatan Holtekamp. Jembatan dengan panjang total 733 meter ini, berdiri di atas laut di teluk Youtefa, menghubungkan daerah Hamadi di Distrik Jayapura Selatan yang berada di sisi barat jembatan dan daerah Holtekamp di Distrik Muara Tami di sisi timur jembatan.

Sebagai upaya dalam penguatan kawasan keamanan di perbatasan terutama di wilayah Papua, pemerintah juga membangun Lantamal XIV Sorong yang masuk dalam program prioritas pemerintah. Lantamal XIV Sorong merupakan kekuatan Pangkalan Angkatan Laut yang berada di Wilayah Timur Indonesia dan sebagai pertahanan laut wilayah pasifik.

Kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Papua akan tercapai bila terdapat keseimbangan dalam pembangunan, antara proyek-proyek fisik dengan pendekatan kemanusiaan. Dari aspek sumber daya manusia, pembangunan manusia ditujukan untuk mengurangi ketimpangan dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan, serta penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.

Di bidang pendidikan terdapat sebanyak 358.617 penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP), ada 10 sekolah baru berpola asrama, 25 pembangunan sekolah garis depan, 33 sekolah menerima bantuan ruang kelas baru, 500 beasiswa afirmasi pendidikan menengah (ADEM), 45 pembangunan perpustakaan dan pusat sumber belajar, penempatan 646 guru garis depan, 40.166 guru penerima bantuan program peningkatan karir, 141 guru mengikuti program pertukaran kepala sekolah, dan 336 guru menerima bantuan program kualifikasi S1 dan S2. Hal tersebut diharapkan mampu meningkatkan akses masyarakat Papua terhadap pendidikan dan memperbaiki kualitas pendidikan di Papua.

Di bidang kesehatan terdapat 3.600.162 jiwa menerima KIS (Kartu Indonesia Sehat), 26 program nusantara sehat di di Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat, serta menurunnya pengidap malaria sebanyak 2.744 jiwa serta menurunnya tingkat kematian ibu, bayi dan balita. Hal tersebut diharapkan mampu mengurangi kesenjangan akses kesehatan masyarakat Papua dengan daerah lain.

Di bidang HAM, Pemerintah telah memberikan grasi terhadap 5 tahanan politik serta membentuk tim khusus untuk menyelesaikan kasus HAM di Papua. Hal tersebut dimaksudkan sebagai langkah awal penyelesaian isu HAM secara damai di Papua dan sebagai upaya refleksi untuk mencegah pelanggaran HAM di masa depan.

Melalui pendekatan komprehensif untuk Papua dengan mengganti pola pendekatan keamanan menjadi pola pendekatan kesejahteraan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua meningkat dari tahun 2014 sebesar 56,75 persen naik menjadi 57,25 persen ditahun 2015. Anggaran daerah juga mengalami peningkatan pada tahun 2016. Untuk Propinsi Papua sebesar 43,6 triliun atau naik 15 persen dan Propinsi Papua Barat sebesar 16,5 triliun atau naik 10 persen.

Selain infrastruktur dan manusia, kemajuan Papua ditentukan pula oleh produktivitas lokal, terutama dengan mendorong produksi pertanian dan perdagangan. Di tahun 2016 pemerintah telah merealisasikan pembangunan 22 unit Pasar Mama-mama, pembangunan Pasar Phara Sentani, Pembangunan Pasar Doyo Baru dan pembangunan Pasar Rufei. Kemudian penetapan sawah baru seluas 200.000 Ha dibarengi dengan pemberian bantuan 173 unit alat dan mesin pertanian serta pembangunan jaringan irigasi tersier seluas 5.600 Ha.

Masalah tanah adat juga menjadi perhatian dari pemerintah. Sebagai bagian dari perlindungan masyarakat adat, untuk pertama kalinya pemerintah memberikan sertifikat tanah komunal adat kepada masyarakat adat di Papua.

Untuk memaksimalkan pembangunan di Papua, tidak cukup hanya dengan menggelontorkan dana triliunan dan dana otonomi khusus, diperlukan pula pengawasan agar dana tersebut tepat sasaran. Membangun Papua juga perlu keterlibatan langsung dari Pemerintah Pusat sehingga rakyat Papua betul-betul merasa diperhatikan.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong

Kabupaten Sorong, Propinsi Papua Barat ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2016. KEK Sorong nanti akan dibangun dilahan seluas 523,7 hektar yang dibagi dalam tiga zonasi, yakni logistik, industri dan pengolahan ekspor. Penetapan status KEK di Kabupaten Sorong merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat pembangunan ekonomi di Papua Barat. Kabupaten Sorong sendiri memiliki potensi dan keunggulan dari segi geoekonomi dan geostrategis.

Dari sisi geokonomi, Distrik Mayamuk terletak di Selat Sele yang memiliki potensi di sektor perikanan dan perhubungan laut. Lokasi tersebut juga sangat strategis untuk pengembangan industri logistik, pengolahan ekspor serta pengembangan kawasan wisata bahari. Sementara, keunggulan geostrategis yang dimiliki Kabupaten Sorong yakni kawasan tersebut berada pada jalur lintasan perdagangan internasional Asia Pasifik dan Australia.

Dukungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi Papua Barat, Pemerintah Kabupaten Sorong serta dunia usaha dan masyarakat setempat diharapkan mampu menjadikan KEK Sorong sebagai penggerak dari salah satu pusat pertumbuhan baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam menunjang pembangunan KEK Sorong, telah dibangun berbagai infrastruktur penunjang, salah satunya adalah Pengembangan Bandar Udara Sorong Dominique Edward Osok yang diperluas hingga 13.700 m2 dan dapat menampung 782 penumpang. Pengembangan salah satu bandara tersibuk dan terbesar di Semenanjung Kepala Burung Papua yang menghabiskan dana sebesar Rp 236 miliar.

Kemudian pembangunan Pelabuhan Sorong yang terintegrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus yang dijadwalkan dapat beroperasi pada 2019 atau 2020. Pelabuhan berskala internasional ini nantinya bisa menampung lima kapal sandar untuk mengurangi antrian kapal yang melakukan aktivitas bongkar muat.

Selain konektivitas bandara dan pelabuhan, untuk menciptakan kawasan industri dan pusat pertumbuhan ekonomi, KEK Sorong nantinya akan terintegrasi dengan pembangunan tol laut di Papua agar memberi nilai lebih ke masyarakat.

Dimuat di Situs: Kemendesa

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Membangun Papua Si "Anak Kandung" Indonesia"

Post a Comment