Apakah Terkait dengan Pilpres? Kasus Haji Digarap, Kardus Duren Dilupakan



Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan penetapan Menteri Agama, Surya Darma Ali (SDA) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi dana haji jangan sampai menimbulkan persepsi ada kepentingan partai politik tertentu dalam proses penegakan hukum. “Jangan sampai kepentingan partai politik dan calon presiden dalam suasana pilpres ini dimasukkan dalam proses penegakan hukum oleh KPK," ingat Asep.

Dalam pandangan Asep, kondisi menjelang Pilpres 2014 ini terdapat upaya mencari kesalahan pihak lawan. Oleh karenanya, sambung Asep, penting bagi KPK dalam proses penegakan hukum agar tanpa melakukan pertimbangan politik tertentu. Ia menyoroti nama Ketua KPK Abraham Samad yang sempat mencuat sebagai cawapres Jokowi termasuk rumor tentang tawaran Jaksa Agung jika Jokowi terpilih. "Jadi saya melihat perilaku KPK di era jelang Pilpres ini aneh," tegas Asep.

Tidak sekadar itu, Asep juga menyoroti sikap KPK yang enggan menyelidiki kasus dugaan korupsi dalam pengadaan bus Transjakarta di Pemprov DKI Jakarta. Ia mempertanyakan apakah ada kesepakatan antara Jokowi dengan Abraham Samad. "Apa karena Samad sudah ada deal dengan Jokowi? Jangan salahkan masyarakat jika ada pemikiran seperti itu," papar Asep.

Agar KPK dapat bersikap fair dan tidak dituding bermain politik dalam penegakan hukum, Asep menyerukan agar KPK mengusut tuntas kasus korupsi yang diduga melibatkan petinggi partai politik. Ia menyebut kasus yang sempat dikaitkan dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Abdul Muhaimin Iskandar pada Agustus 2011 lalu. "Itu kasus kardus durian yang melibatkan Muhaimin Iskandar bagaimana nasibnya? Apa KPK tidak mau melanjutkan karena Muhaimin mendukung Jokowi juga?" tegas Asep seraya meminta kasus korupsi yang melibatkan menteri dari parpol lainnya juga diusut.

Kasus Kardus Durian

Dalam kasus kardus durian, Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati diciduk petugas KPK pada 25 Agustus 2011 setelah mengantarkan duit Rp 1,5 miliar yang dibungkus kardus durian ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pada hari yang sama, KPK juga menangkap tangan Nyoman dan Dadong beserta kardus durian di kantor Kemenakertrans.

Menurut Dharnawati uang itu adalah bentuk ucapan terima kasih PT Alam Jaya karena terpilih sebagai kontraktor Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) di empat kabupaten Papua, yakni Keerom, Teluk Wondama, Manokwari, dan Mimika, senilai Rp 73 miliar yang rencananya akan diberikan untuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar.

Awalnya, pada 24 Agustus 2011 Dharna dihubungi oleh Sekretaris Jenderal Direktorat Pengembangan dan Pembinaan Masyarakat Kawasan Transmigrasi (P2MKT), I Nyoman Suisnaya. Nyoman, yang sedang sibuk rapat, memintanya untuk berkomunikasi dengan Dadong selaku Kepala Bagian Evaluasi Program P2MKT soal commitment fee DPPID.

Setelah itu, Dharna pun menyambangi Dadong di kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalibata, Jakarta Selatan. Saat itulah Dadong mengatakan kepadanya soal rencana pinjaman untuk keperluan Lebaran Muhaimin. Dharna mengaku sempat bingung saat itu karena menurutnya uang Rp 1,5 miliar statusnya adalah commitment fee, bukan pinjaman untuk Menteri. Uang sebesar Rp. 1,5 miliar itu pun diserahkan Dharna kepada Dadong pada 25 Agustus sore.
(inilah/tempo/KabarPapuaNet)


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Apakah Terkait dengan Pilpres? Kasus Haji Digarap, Kardus Duren Dilupakan"

Post a Comment