Dalam memberikan keterangan Melli Darsa juga didampingi Pakar Hukum Pidana Ganjar Laksamana dan lainnya. Lebih lanjut Melli Darsa menambahkan penilaian Iluni FHUI ini didasarkan pada dua indikator utama. Pertama, program kebijakan hukum nasional yang disusun. Kedua, dalam pelaksanaan hak prerogratif presiden terkiat penunjukkan pejabat di bidang hukum. Contohnya penunjukkan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, Jaksa Agung Prasetyo maupun calon Kapolri Komjen Budi Gunawan.
"Presiden Jokowi sama sekali tidak konsisten dengan janji-janjinya karena saat pemilihan kabinet, ia melibatkan KPK dan PPATK, namun pada saat memilih Jaksa Agung dan Kapolri, ia bertindak seolah-olah partisipasi maupun masukan dari KPK serta PPATK tidak relevan yang justru menimbulkan kecurigaan bahwa proses pencalonan memang sarat KKN dan politik balas budi," kata Melli Darsa.
Dalam kesempatan itu Iluni FHUI meminta presiden Jokowi agar tidak melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri dan mempertimbangkan penggantian pejabat negara di bidang hukum yang telah ditunjuk atau dicalonkan dengan pihak-pihak yang lebih bersih, profesional dan kompeten.
Iluni FHUI juga meminta Presiden Jokowi segera melepaskan diri dari belenggu politik yang mendistorsi hak-haknya dalam mengangkat pejabat negara di bidang hukum.
"Kita meminta Presiden Jokowi segera menyusun program pembangunan hukum nasional dan legislasi nasional memasukkan agenda sistem penegakan hukum dan HAM melalui KUHP-KUHAP serta pemberantasan korupsi," kata Melli Darsa.
Iluni FHUI juga meminta Presiden Jokowi membuka ruang partisipasi publik secara luas serta melibatkan KPK dan PPATK dalam pengambilan kebijakan-kebijakannya untuk menghindari potensi pelenggaran hukum dan korupsi. (rol/kabarpapua.net)
0 Response to "Ikatan Alumni UI: Tak punya Blue Print Program Nasional, Jokowi Gadaikan Jabatan Strategis Untuk Balas Budi"
Post a Comment