Warga negara AS-Mesir, Mohamed Salah |
Sebuah pengadilan pidana Kairo mengeluarkan putusan itu kepada warga asli Ohio, Mohamed Soltan (27 tahun) dan 37 terdakwa lainnya. Hakim juga menegaskan hukuman mati yang sebelumnya dijatuhkan kepada ayah Soltan, Salah Soltan dan 13 lainnya karena menghasut dan menyebabkan kekacauan dalam demonstrasi anti pemerintah Juli 2013 lalu.
Soltan melakukan mogok makan selama setahun untuk memprotes penahananannya. Ia didakwa memberi berita palsu dan pendanaan pendukung Ikhwanul. Para pendukung kelompok itu juga turut menyuarakan penolakan melalui laman Facebook.
Seperti diberitakan laman Washington Post edisi, Ahad (12/4), juru bicara Departemen Luar Negeri, Marie Harf mengatakan dalam sebuah pernyataan bila pemerintah AS sangat kecewa dengan keputusan pengadilan tersebut dan meminta Mesir untuk segera memperbaikinya.
Amnesty Internasional menyerukan sidang tersebut tidak adil. Dalam sebuah surat kepada Presiden Barack Obama, Jumat (10/4) waktu setempat mereka mengatakan bila tuduhan terhadap Soltan tidak boleh dianggap tindak pidana.
"Kasus ini penting karena merupakan simbol bagaimana pemerintah Mesir menangani ribuan kasus orang yang ditahan karena kudeta," kata Direktur Eksekutif dari Amnesti Internasional AS, Steven W. Hawkins.
Sebelumnya, usai demonstrasi besar-besaran terhadap kekuasaan pemimpin Islam Mohamed Morsi, militer menggulingkan pemerintah Ikhwanul Muslimin pada 2013. Pasukan keamanan Mesir kemudian memimpin penumpasan keras terhadap Ikhwan dan pendukungnya. Setidaknya, 1000 orang tewas dan puluhan ribu telah ditangkap pihak keamanan Mesir.
Polisi menangkap Soltan setelah pembantaian di Rabaa, Agustus 2013 bersama tiga wartawan Mesir yang dituduh bekerja untuk Ikhwanul Muslimin. Keempat tahanan itu didakwa bersama dengan para pemimpin Ikhwanul termasuk ayah Mohamed dan Mohammed Badie.
"Situasi sudah buruk bagi media berita Mesir, ini signifikan dengan hukuman penjara seumur hidup ketiga wartawan tersebut," kata Komite Perlindungan Wartawan, Sherif Mansour.
Hakim yang mengeluarkan putusan, Nagy Shehata juga pernah menjatuhi hukuman kepada tiga wartawan lainnya dari Al Jazeera. Tahun lalu, mereka dijatuhi hukuman penjara selama tujuh hingga 10 tahun. Namun dibebaskan dengan memberi jaminan. Namun, dua lainnya masih harus menjalani pengadilan ulangan.
Wartawan Al Jazeera asal Australia, Peter Greste dideportasi karena adanya undang-undang baru yang memungkinkan Presiden Mesir untuk mendeportasi warga negara asing.
Hal ini menjadi titik cerah mengingat Soltan memegang dua kewarganegaraan, Mesir dan AS. Itu artinya ia memenuhi syarat untuk dideportasi. Namun, keputusan tersebut harus dilakukan oleh Presiden Abdel Fatta al-Sissi. (rol/kabarpapua.net)
0 Response to "Kasus Pidana Warga AS-Mesir Ini, Buka Mata Dunia Akan Ketidakadilan Peradilan Bagi Ikhwanul Muslimin"
Post a Comment