Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama tiga bank BUMN yakni Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dalam rapat tersebut, komisi VI DPR mempertanyakan soal pinjaman dari Cina sebesar USD 3 miliar kepada tiga bank pelat merah tersebut.
"Soal pinjaman ke Cina itu untuk apa? Bagaimana mekanisme peminjamannya? Adakah syarat-syaratnya? Apa saja syaratnya. Adakah syarat khusus yang diminta pihak Cina? Ini harus dijelaskan," ujar Ketua Komisi VI DPR Hafisz Tohir di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (29/9).
Menjawab hal itu, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan bahwa pinjaman kepada tiga Bank BUMN ini merupakan tindaklanjut dari nota kesepahaman yang pernah ditandatangani Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Cina pada Maret 2015 lalu.
"Setelah kunjungan itu, saat rapat paripurna di Jakarta, Presiden Jokowi meminta Sofyan Djalil dan Rini Soemarno menindak MoU tersebut. Setelah tiga kali kunjungan Menteri Rini pada Maret, Juni dan September, disepakati untuk memberi pinjaman lunak kepada tiga bank, masing-masing USD 1 miliar," ungkapnya.
Selain itu, utang sebesar USD 3 miliar ini adalah untuk program pembiayaan infrastruktur Tanah Air. Gatot juga menegaskan bahwa tidak ada hal apapun yang di jaminkan untuk mendapatkan pinjaman tersebut.
"Tidak ada jaminan yang dijaminkan untuk pinjaman tersebut, dijamin tidak ada jaminan sama sekali," jelas dia.
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menuding Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno berencana menggadaikan perusahaan pelat merah besar bidang perbankan kepada Cina. Indikasinya ialah ditandatanganinya perjanjian utang senilai USD 3 miliar, atau sekitar Rp 42 triliun kepada PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto mengungkapkan ada potensi di masa depan ketergantungan utang BUMN akan diubah menjadi share swap atau tukar guling saham kepada Cina di perbankan Indonesia.
Maka dari itu, FITRA meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi membatalkan perjanjian utang antara bank BUMN nasional dengan Cina. Sebab, berpotensi adanya privatisasi pada esok hari dan menyebabkan campur tangan asing dalam perbankan nasional khususnya bank BUMN.
"Ini masalah menjual BUMN ke asing. Presiden Jokowi harus mengevaluasi Menteri BUMN dan perlu menggantinya karena kinerja pengelolaan BUMN tidak berdasarkan konstitusi namun untuk kepentingan asing," tulisnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (21/9).
Menteri Rini sendiri pernah menuturkan, Bank Mandiri, BNI dan BRI masing-masing akan mendapat USD 1 miliar. Sektor perbankan nasional, menurut Menteri Rini, butuh pengembangan untuk bisa bersaing ketika pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai diterapkan.
Salah satu pengembangan yang dimaksud adalah ekspansi ke luar negeri. Seperti dilakukan Bank Mandiri yang sudah membuka kantornya di Cina. (Merdeka)
0 Response to "Penarikan Utang USD 3 M Cina oleh Bank Mandiri, BNI dan BRI atas perintah Jokowi"
Post a Comment