Jakarta - Pembentukan Pimpinan DPR Tandingan terus mendapat penilaian miring. Pasalnya, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dinilai tidak berhak memberhentikan
pimpinan DPR terpilih dan selanjutnya membentuk pimpinannya sendiri. Selain itu, dalam hal pemilihan pimpinan DPR Tandingan, KIH dinilai inkonsistensi dengan isu yang mereka gulirkan sendiri. Karena selama ini mereka menuntut
agar partai pemenang pemilu-lah yang berhak menempatkan kader mereka
sebagai ketua DPR, namun kenyataannya mereka memilih Ida Fauziyah dari
PKB.
Hal ini diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang juga anggota Dewan Pembina Partai Gerindra. "Seharusnya jika mereka mau konsisten, maka ketua DPR versi mereka adalah kader PDIP," ujarnya, Minggu (2/11/2014).
KIH juga dinilai telah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi UU MD3, dimana status mereka sebagai pemohon. Pada saat MK belum memutuskan perkara tersebut mereka ngotot meminta pemilihan pimpinan DPR harus dilakukan setelah keluarnya putusan MK.
Namun setelah MK mengeluarkan putusan yang menolak permohonannya, mereka pun tetap saja menolak UU MD3. Sehingga KIH dianggap tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat untuk menghormati undang-undang (UU).
"Sepahit apapun isi UU bagi mereka, tetap harus dipatuhi karena itulah acuan resmi kehidupan berbangsa dan bernegara," pungkasnya. (inilah/kabarpapua.net)
Hal ini diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang juga anggota Dewan Pembina Partai Gerindra. "Seharusnya jika mereka mau konsisten, maka ketua DPR versi mereka adalah kader PDIP," ujarnya, Minggu (2/11/2014).
KIH juga dinilai telah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi UU MD3, dimana status mereka sebagai pemohon. Pada saat MK belum memutuskan perkara tersebut mereka ngotot meminta pemilihan pimpinan DPR harus dilakukan setelah keluarnya putusan MK.
Namun setelah MK mengeluarkan putusan yang menolak permohonannya, mereka pun tetap saja menolak UU MD3. Sehingga KIH dianggap tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat untuk menghormati undang-undang (UU).
"Sepahit apapun isi UU bagi mereka, tetap harus dipatuhi karena itulah acuan resmi kehidupan berbangsa dan bernegara," pungkasnya. (inilah/kabarpapua.net)