Eropa Kecam UU Perkawinan Rancangan Biksu Radikal Myanmar

illustration
Sebuah Rancangan Undang Undang pernikahan kontroversial Myanmar bersifat diskriminatif dan berisiko merusak kemajuan demokrasi, kata Uni Eropa (EU), setelah parlemen mengesahkan undang-undang itu pekan ini sebagai tanda pengaruh kelompok nasionalis garis keras Budha.

Rancangan Undang Undang Pernikahan Khusus Perempuan Budha, yang telah disetujui oleh gabungan parlemen pada Selasa (7/7), merupakan bagian dari paket undang-undang yang mulanya disarankan oleh biksu radikal, yang telah meningkat pamornya seiring kemunculan ketegangan agama di negara yang beragam itu.

Sebuah rancangan Undang-Undang yang diterbitkan pada Desember itu menciptakan jaringan aturan yang mengatur pernikahan antara perempuan Budha dengan pria berbeda agama, termasuk aturan yang menyebutkan pasangan tersebut harus mengajukan permohonan kepada otoritas lokal untuk memperoleh izin dan mengumumkan pertunangan.

Hanya jika tidak ada pihak yang keberatan mereka bisa melangsungkan pernikahan dan jika aturan itu tidak dipenuhi mereka dapat dikenai hukuman penjara dua tahun.

Namun, belum jelas aspek apa yang dipertahankan dalam versi yang disetujui itu.

"Rancangan Undang Undang itu mendiskriminasikan perempuan dengan menempatkan pembatasan hak perempuan Budha untuk menikah dengan pasangan yang berbeda agama," kata Uni Eropa dalam pernyataan yang dikeluarkan Rabu. Ditambahkan bahwa hal itu juga akan merugikan kelompok agama minoritas, terutama laki-laki non-Budha.

Rancangan Undang Undang itu, yang masih harus ditandatangani oleh Presiden Thein Sein sebelum diberlakukan, adalah yang kedua dari empat usulan Undang Undang di parlemen yang dinilai oleh kelompok-kelompok hak asasi mengeksploitasi ketakutan antara komunitas Budha dan Muslim.

Sebuah undang-undang pengendalian populasi, yang memungkinkan pemerintah daerah untuk memperkenalkan peraturan perencanaan keluarga untuk menurunkan tingkat kelahiran telah disetujui oleh presiden pada bulan Mei.

Secara bersama-sama undang-undang yang direncanakan itu bisa "merusak transisi menuju rekonsiliasi nasional dan masyarakat yang terbuka dan demokratis," kata Uni Eropa.

Ia menambahkan bahwa rancangan Undang Undang perkawinan "tampaknya tidak menghormati standar hak asasi manusia internasional" dan gagal menegakkan kewajiban perjanjian Myanmar sendiri.

Myanmar, negara dengan mayoritas Budha, telah mengalami peningkatan intolerasi agama dalam beberapa tahun terakhir, menyusul pembunuhan di negara bagian barat, Rakhine, pada 2012, yang terutama menyasar Muslim dan telah meluas di sejumlah tempat di seluruh penjuru negara.

Sekitar 100 kelompok hak asasi perempuan telah menandatangani surat terbuka untuk menentang usulan undang-undang pernikahan itu tahun lalu. Sejumlah kelompok hak asasi perempuan itu mengaku telah menerima surat ancaman dan penganiayaan sebagai dampaknya.

"Demokrasi negara kami sangat rentan dan lemah. Hukum ini seharusnya tidak diberlakukan," kata Zar Talian, seorang anggota parlemen dari negara bagian barat, Chin, kepada parlemen menjelang pemungutan suara untuk rancangan undang-undang itu, Selasa. (Republika)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Eropa Kecam UU Perkawinan Rancangan Biksu Radikal Myanmar"

Post a Comment