Sebulan Kita Menenun Pakaian Taqwa, Untuk Kita Kenakan Hari Ini dan Selamanya (Sebuah Refleksi di Hari Kemenangan)



Dengan Takbir dan Tahmid kita lepaskan Ramadhan yang telah mengasah dan mengasuh jiwa kita. Dengan kalimat itu pula kita sambut Idul Fitri, hari kelahiran kembali fitrah jiwa. Fitrah yang telah membentuk kepribadian muslim dengan segala identitas dan dedikasinya yang tinggi.

Kita sambut kelahiran kesucian fitrah di bulan Syawal ini setelah berlalunya sembilan bulan dalam peredaran tahun Hijriyah, sejak Muharram hingga Ramadhan. Sebagaimana dahulu telah berlalunya sembilan bulan dalam kandungan ibu kita. Ketika mata belum lagi berkembang melihat dunia, kaki belum lagi melangkah menginjak tanah, hati belum lagi berbisik menyebut dosa. Ketika itu ke telinga kanan dan kiri kita dikumandangkan kalimat-kalimat takbir sebagai tanda kesucian fitrah ketika itu. Kini, kalimat-kalimat takbir kita kumandangkan lagi menyambut kembalinya kita kepada fitrah.

Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Walillahil Hamd

Kita ulang-ulangi agar meresap ke lubuk jiwa, sehingga betapa pun alam keliling gersang atau kelam, betapa pun ombak riuh memecah kiri dan kanan, namun kita tetap mampu mengarungi samudera. Berpacu meluncurkan biduk di tengah-tengah gelombang kehidupan yang penuh rona ini.

Allahu Akbar... kita tanamkan ke dalam dada... bahwa Dialah Tuhan yang menciptakan, menyusun, mengatur, menetapkan serta tempat kembali segala sesuatu.

“Tiada gugur sehelai daun pun dari tangkainya kecuali diketahui-Nya. Tiada pula sebutir biji dalam gelapnya bumi, dan bahkan tiada basah atau kering (sekalipun) kecuali tertulis dalam kitab-Nya yang nyata” (QS. Al-An’am: 59)

Laahaula walaa quwwata illa billahil ‘aliyil ‘adhim
Tiada daya untuk melakukan sesuatu, tiada tenaga untuk  mengelak dari sesuatu, kecuali dari Dia Yang Maha Tinggi dan Besar juga datangnya.

Manusia bagaimana pun tinggi dan kuasanya, betapa pun congkak dan sombongnya, namun kekuatan kakinya tak mampu memecah bumi, ketinggian kepalanya tak sanggup mencapai bukit... itulah arti dari kalimat takbir yang kita kumandangkan di pagi hari ini. Dari Allah kita datang, karena Allah kita hidup, dan kepada-Nya jua kita akan kembali. Dia pangkalan kita bertolak dan Dia pula pelabuhan tempat kita bersauh.

Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Walillahil Hamd

Selesai kita melaksanakan ibadah puasa, kini masing-masing kita telah mengenakan libasut taqwa, pakaian takwa. Takwa yang sanggup mewujudkan suatu kekuatan pendorong bagi setiap pribadi dan masyarakat guna meningkatkan amal usaha dan kreasinya...mewujudkan suatu isolator pribadi untuk pelanggaran dan penyelewengan, serta mampu memelihara tingkat etik dalam melaksanakan tugas-tugas kewajiban.

Karena puasa kita telah mengubah pola pikir dan karakter kita, dari ragu menjadi yakin, khianat menjadi tobat, lali menjadi ingat, lesu menjadi giat, serta kebodohan menjadi pengetahuan. Dialah yang telah memperluas pandangan serta mempertebal tenggang rasa. Itulah benang-benang pakaian takwa yang kita tenun, kita pintal sebulan penuh untuk kita pakai hari ini dan sepanjang masa.

Semoga dapatlah kita memperhatikan Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu menjadi seperti seorang perempuan yang megurai, merombak kembali tenunannya sehelai benang demi sehelai setelah ditenunnya” (QS. An-Nahl: 92)

Disarikan dari Materi Khutbah Idul Fitri oleh H. Musa Rumbaru di Kantor Gubernur Papua, Jayapura. (sunardi/kabarpapuanet)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sebulan Kita Menenun Pakaian Taqwa, Untuk Kita Kenakan Hari Ini dan Selamanya (Sebuah Refleksi di Hari Kemenangan)"

Post a Comment