Rusdi Raisa
27 tahun, Seorang Pria asal Garut ini memulai bisnis pada 2006 ketika
duduk di tingkat awal kuliah di Universitas Islam Bandung. Ia berpikir
untuk mencari uang tambahan sebagai uang jajan di kampus. Kemudian
terbetiklah usaha aksesori dari kulit. Alasannya sederhana, karena dia
memang penggemar aksesori dari kulit.
“Waktu itu modal awal saya Rp 50 ribu.
Saya beli limbah kulit 2 kg seharga Rp 20 ribu. Sisanya yang Rp 30 ribu
saya pergunakan untuk membeli lem dan perlengkapan produksi lainnya,”
Kulit yang dibeli adalah kulit limbah dengan potongan kecil, maka Rusdi
harus memutar otak agar kulit tersebut tetap bisa dijadikan kerajinan
dengan jumlah yang banyak. Akhirnya dia memutuskan membuat tempat
ponsel. Dari 2 kg limbah kulit tersebut, dia berhasil membuat 70 tempat
ponsel.
Bermodal keterampilan yang dia dapat
dari teman-temannya para pengrajin kulit, dia membuat tempat ponsel yang
unik dan tidak ada di pasaran yaitu membuat tempat ponsel dengan
jahitan kulit, bukan jahitan benang.
Ketika dibawa ke kampus, ternyata banyak
teman-temannya yang menyukai produk buatan tangan Rusdi. Rusdi menjual
per buah tempat ponsel tersebut seharga Rp 50 ribu. Hebatnya semua
barang dagangannya laku.
Memulai bisnis dengan modal cekak, hanya Rp 50 ribu ketika membangun brand D’Russa, namun kini omzet bisnisnya hingga Rp 250 juta/bulan.
Dari
modal Rp 50 ribu tersebut dia mendapatkan keuntungan lebih dari Rp 2
juta. Dari situ Rusdi mengembangkan usahanya ke produk yang lebih mahal
untuk mencari keuntungan lebih besar. Dia kemudian mengganti produksi
tempat ponsel menjadi jaket kulit dengan harga jual Rp 650 ribu per
jaket.
Usahanya makin bertumbuh dengan usaha
jaket ini. Suatu hari di tengah produksi jaket, ada seorang pemesan yang
ingin membuat tas di tempatnya.
Setelah pesanan pertama tersebut,
ternyata banyak orang menyukai model tas D’Russa karya tangannya.
Pesanan tas pun mengalir mengalahkan produksi jaket. Sejak 2009 Rusdi
memutuskan untuk fokus pada produksi tas. Ia bisa lebih banyak
mengeksplorasi model tas dibanding dengan model jaket.
Nama D’Russa merupakan
kependekan dari namanya sendiri yaitu Rusdi Raisa. Kata awal nama
depannya dan kata akhir nama belakangnya jika digabung menjadi Russa.
Agar terlihat keren ditambah D’ di depannya. Dari situlah nama D’Russa
kemudian menjadi brand yang berhasil dikembangkan oleh Rusdi.
Saat ini Rusdi memiliki 23 karyawan dan
separuhnya (12 orang) adalah tenaga produksi. Dengan jumlah karyawan
tersebut Rusdi bisa memproduksi sekitar 250 tas, 500 dompet dan 50
sepatu dalam sebulan.
Produk tas dijual dengan kisaran harga
Rp 650 ribu-Rp 4 juta, sepatu Rp 650 ribu-Rp 2,5 juta dan dompet Rp 250
ribu-Rp 650 ribu. Setiap bulannya Rusdi bisa meraup omzet kurang lebih
Rp 250 juta.
Apa yang diraih Rusdi adalah sebuah
proses panjang dari usaha yang dibangun dengan modal sangat terbatas.
Tentu tak hanya berisi kisah manis ketika membangunnya.
Rusdi mengaku belajar banyak dari setiap
kesalahan sehingga dia bisa membesarkan usahanya seperti sekarang. Saat
ini D’Russa sudah memiliki 1 toko-kantor di Bandung, dua buah toko di
Jakarta dan sebuah bengkel di Garut.
“Mimpi saya nanti bisa membuka toko di Bali dan kemudian Australia,” kata Rusdi.
Salah satu cerita pahit untuk mencapai
titik ini adalah bagaimana mengukur kemampuan diri. Pernah Rusdi
mendapat order pembuatan tas dari sebuah bank daerah. Dia pun langsung
menyanggupi, meski waktu itu jumlah pesanan cukup banyak dan waktu
terbatas.
Ternyata waktu yang ditentukan tidak
mencukupi untuk menyelesaikan jumlah pesanan tersebut. Akhirnya produksi
D’Russa tidak lolos kontrol kualitas dan pihak bank hanya mau membayar
30% dari jumlah yang seharusnya dibayar.
“Waktu itu saya rugi lumayan besar dan harus jual motor untuk menutupi ongkos produksi,” kata Rusdi.
Dari kasus tersebut Rusdi lebih
berhati-hati dalam menyanggupi pesanan konsumen. Bila memang dia tidak
mampu mengerjakan pesanan tersebut maka dia akan menolaknya. Salah satu
proyek yang ditolak oleh Rusdi adalah pesanan 22 ribu tas dari Jepang,
meskipun jumlahnya menggiurkan. Dia berpikir bengkel produksinya yang
semua dilakukan secara handmade tak akan mampu menyelesaikan pesanan
tersebut dalam waktu yang ditentukan.
Dari pengalaman pahit tersebut Rusdi
sekarang menjalankan usahnya dengan lebih tenang. Tak mau memaksakan
diri meskipun laba yang bakal didapat terlihat menggiurkan. Semua harus
kembali kepada kemampuan perusahaan dan staf yang mendukungnya.
0 Response to "Kisah Sukses Rusdi Raisa, Modal Kecil omzet Ratusan Juta"
Post a Comment