Polisi Hoegeng adalah
satu teladan polisi jujur yang kisah dan kiprah selalu layak diceritakan
turun-temurun. 14 Oktober 1921, tepat 91 tahun lalu, Hoegeng lahir di
Pekalongan. Inilah beberapa cerita dan kiprah polisi Hoegeng sejak merintis karir sebagai polisi, sebagai dirjen imigrasi hingga berpuncak pada karir sebagai Kapolri.
Kisah-kisah yang menyentuh dan
menggetarkan hati ini beberapa dikutip dari memoar Hoegeng, Polisi
antara Idaman dan Kenyataan, karangan Ramadhan KH.
1. Larang istri buka toko bunga
Sebagai perwira, Hoegeng hidup
pas-pasan. Untuk itulah istri Hoegeng, Merry Roeslani membuka toko
bunga. Toko bunga itu cukup laris dan terus berkembang.
Tapi sehari sebelum Hoegeng akan
dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi (kini jabatan ini disebut
dirjen imigrasi) tahun 1960, Hoegeng meminta Merry menutup toko bunga
tersebut. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan istrinya. Apa
hubungannya dilantik menjadi kepala jawatan imigrasi dengan menutup toko
bunga.
“Nanti semua orang yang berurusan dengan
imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil
untuk toko-toko kembang lainnya,” jelas Hoegeng.
Istri Hoegeng yang selalu mendukung
suaminya untuk hidup jujur dan bersih memahami maksud permintaan
Hoegeng. Dia rela menutup toko bunga yang sudah maju dan besar itu.
“Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak,” kata Merry.
2. Tolak rayuan pengusaha cantik
Kapolri Hoegeng Imam Santosa pun pernah
merasakan godaan suap. Dia pernah dirayu seorang pengusaha cantik
keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat kasus penyelundupan. Wanita
itu meminta Hoegeng agar kasus yang dihadapinya tak dilanjutkan ke
pengadilan.
Seperti diketahui, Hoegeng sangat gencar
memerangi penyelundupan. Dia tidak peduli siapa beking penyelundup
tersebut, semua pasti disikatnya.
Wanita ini pun berusaha mengajak damai
Hoegeng. Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat Hoegeng. Tentu saja
Hoegeng menolak mentah-mentah. Hadiah ini langsung dikembalikan oleh
Hoegeng. Tapi si wanita tak putus asa. Dia terus mendekati Hoegeng.
Yang membuat Hoegeng heran, malah
koleganya di kepolisian dan kejaksaan yang memintanya untuk melepaskan
wanita itu. Hoegeng menjadi heran, kenapa begitu banyak pejabat yang mau
menolong pengusaha wanita tersebut. Belakangan Hoegeng mendapat kabar,
wanita itu tidak segan-segan tidur dengan pejabat demi memuluskan aksi
penyelundupannya.
Hoegeng pun hanya bisa mengelus dada prihatin menyaksikan tingkah polah koleganya yang terbuai uang dan rayuan wanita.
3. Mengatur lalu lintas di perempatan
Teladan Jenderal Hoegeng bukan hanya
soal kejujuran dan antikorupsi. Hoegeng juga sangat peduli pada
masyarakat dan anak buahnya. Saat sudah menjadi Kapolri dengan pangkat
jenderal berbintang empat, Hoegeng masih turun tangan mengatur lalu
lintas di perempatan.
Hoegeng berpendapat seorang polisi
adalah pelayan masyarakat. Dari mulai pangkat terendah sampai tertinggi,
tugasnya adalah mengayomi masyarakat. Dalam posisi sosial demikian,
maka seorang agen polisi sama saja dengan seorang jenderal.
“Karena prinsip itulah, Hoegeng tidak
pernah merasa malu, turun tangan sendiri mengambil alih tugas teknis
seorang anggota polisi yang kebetulan sedang tidak ada atau tidak di
tempat.
Jika terjadi kemacetan di sebuah
perempatan yang sibuk, dengan baju dinas Kapolri, Hoegeng akan
menjalankan tugas seorang polantas di jalan raya. Itu dilakukan Hoegeng
dengan ikhlas seraya memberi contoh kepada anggota polisi yang lain
tentang motivasi dan kecintaan pada profesi.”
Demikian ditulis dalam buku Hoegeng-Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa- terbitan Bentang.
Hoegeng selalu tiba di Mabes Polri
sebelum pukul 07.00 WIB. Sebelum sampai di kantor, dia memilih rute yang
berbeda dan berputar dahulu dari rumahnya di Menteng, Jakarta Pusat.
Maksudnya untuk memantau situasi lalu lintas dan kesiapsiagaan aparat
kepolisian di jalan.
Saat suasana ramai, seperti malam tahun
baru, Natal atau Lebaran, Hoegeng juga selalu terjun langsung mengecek
kesiapan aparat di lapangan. Dia memastikan kehadiran para petugas
polisi adalah untuk memberi rasa aman, bukan menimbulkan rasa takut.
Polisi jangan sampai jadi momok untuk masyarakat.
4. Berantas semua beking kejahatan
Banyak aparat hukum malah menjadi beking
tempat maksiat, perjudian hingga menjadi bodyguard. Hanya sedikit yang
berani mengobrak-abrik praktik beking ini. Polisi super Hoegeng Imam
Santosa mungkin yang paling berani.
Ceritanya tahun 1955, Kompol Hoegeng
mendapat perintah pindah ke Medan. Tugas berat sudah menantinya.
Penyelundupan dan perjudian sudah merajalela di kota itu.
Para bandar judi telah menyuap para
polisi, tentara dan jaksa di Medan. Mereka yang sebenarnya menguasai
hukum. Aparat tidak bisa berbuat apa-apa disogok uang, mobil, perabot
mewah dan wanita. Mereka tak ubahnya kacung-kacung para bandar judi.
Bukan tanpa alasan kepolisian mengutus
Hoegeng ke Medan. Sejak muda dia dikenal jujur, berani dan antikorupsi.
Hoegeng juga haram menerima suap maupun pemberian apapun.
Maka tahun 1956, Hoegeng diangkat
menjadi Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumut. Hoegeng pun
pindah dari Surabaya ke Medan. Belum ada rumah dinas untuk Hoegeng dan
keluarganya karena rumah dinas di Medan masih ditempati pejabat lama.
Cerita soal keuletan para pengusaha judi
benar-benar terbukti. Baru saja Hoegeng mendarat di Pelabuhan Belawan,
utusan seorang bandar judi sudah mendekatinya. Utusan itu menyampaikan
selamat datang untuk Hoegeng. Tak lupa, dia juga mengatakan sudah ada
mobil dan rumah untuk Hoegeng hadiah dari para pengusaha.
Hoegeng menolak dengan halus. Dia memilih tinggal di Hotel De Boer menunggu sampai rumah dinasnya tersedia.
Kira-kira dua bulan kemudian, saat rumah
dinas di Jl Rivai siap ditinggali, bukan main terkejutnya Hoegeng.
Rumah dinasnya sudah penuh barang-barang mewah. Mulai dari kulkas,
piano, tape hingga sofa mahal. Hal yang sangat luar biasa. Tahun 1956,
kulkas dan piano belum tentu ada di rumah pejabat sekelas menteri
sekalipun.
Ternyata barang itu lagi-lagi hadiah
dari para bandar judi. Utusan yang menemui Hoegeng di Pelabuhan Belawan
datang lagi. Tapi Hoegeng malah meminta agar barang-barang mewah itu
dikeluarkan dari rumahnya. Hingga waktu yang ditentukan, utusan itu juga
tidak memindahkan barang-barang mewah tersebut.
Apa tindakan Hoegeng?
Dia memerintahkan polisi pembantunya dan
para kuli angkut mengeluarkan barang-barang itu dari rumahnya.
Diletakkan begitu saja di depan rumah. Bagi Hoegeng itu lebih baik
daripada melanggar sumpah jabatan dan sumpah sebagai polisi Republik
Indonesia.
Hoegeng geram mendapati para polisi,
jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi.
“Sebuah kenyataan yang amat memalukan,” ujarnya geram.
5. Hoegeng dan pemerkosaan Sum Kuning
Sumarijem adalah seorang wanita penjual
telur ayam berusia 18 tahun. Tanggal 21 September 1970, Sumarijem yang
sedang menunggu bus di pinggir jalan, tiba-tiba diseret masuk ke dalam
mobil oleh beberapa orang pria. Di dalam mobil, Sum diberi eter hingga
tak sadarkan diri. Dia dibawa ke sebuah rumah di Klaten dan diperkosa
bergiliran oleh para penculiknya.
Setelah puas menjalankan aksi biadab
mereka, Sum ditinggal begitu saja di pinggir jalan. Gadis malang ini pun
melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka
dengan tuduhan membuat laporan palsu.
Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum
mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya. Dia
diancam akan disetrum jika tidak mau menurut. Sum pun disuruh membuka
pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita
malang itu.
Karena melibatkan anak-anak pejabat yang
berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani. Saat itu memang
masa-masanya pemerintah Soeharto gencar menangkapi anggota PKI dan
underbouw-nya, termasuk Gerwani.
Kasus Sum disidangkan di Pengadilan
Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk
wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo.
Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak
mentah-mentah.
Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan
dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu. Dalam
putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti
memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.
Dalam putusan hakim dibeberkan pula
nestapa Sum selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit
dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso.
Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.
Hoegeng terus memantau perkembangan
kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan
Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono.
Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik
Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum
Kuning.
“Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar
menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” tegas Hoegeng.
Hoegeng membentuk tim khusus untuk
menangani kasus ini. Namanya Tim Pemeriksa Sum Kuning, dibentuk Januari
1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju. Sejumlah
pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah
lewat media massa.
Dalam kasus persidangan perkosaan Sum,
polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya
anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Para
terdakwa pemerkosa Sum membantah keras melakukan pemerkosaan ini. Mereka
bersumpah rela mati jika benar memerkosa.
Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.
Tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng
dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak menilai Hoegeng sengaja
dipensiunkan untuk menutup kasus ini.
6. Selalu berpesan polisi jangan sampai dibeli
Mantan Kapolri Jenderal Polisi Widodo Budidarmo punya kenangan soal Hoegeng. Widodo ingat betul pesan Hoegeng padanya.
“Mas Widodo jangan sampai kendor
memberantas perjudian dan penyelundupan karena mereka ini orang-orang
yang berbahaya. Suka menyuap. Jangan sampai polisi bisa dibeli,” tutur
Widodo menirukan pesan Hoegeng semasa itu.
Widodo tahu Hoegeng tidak asal
memberikan perintah. Hoegeng telah membuktikan dirinya memang tidak bisa
dibeli. Sejak menjadi perwira polisi di Medan, Hoegeng terkenal karena
keberanian dan kejujurannya. Dia tak sudi menerima suap sepeser pun.
Barang-barang hadiah pemberian penjudi dilemparkannya keluar rumah.
“Kata-kata mutiara yang masih saya ingat
dari Pak Hoegeng adalah baik menjadi orang penting, tapi lebih penting
menjadi orang baik,” kenang Widodo.
Widodo bahkan menyamakan mantan
atasannya dengan Elliot Ness, penegak hukum legendaris yang memerangi
gembong mafia Al Capone di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu, mafia
menyuap hampir seluruh polisi, jaksa dan hakim di Chicago. Karena itu
mereka bebas menjalankan aksi-aksi kriminal.
Tapi saat itu Elliot Ness dan
kelompoknya yang dikenal sebagai The Untouchables atau mereka yang tak
tersentuh suap, berhasil mengobrak-abrik kelompok gengster itu.
“Pak Hoegeng itu tak kenal kompromi dan selalu bekerja keras memberantas kejahatan,” jelas Widodo. (fahreenheat)
0 Response to "6 Kisah Yang Menggetarkan Hati Tentang Jenderal Polisi Hoegeng"
Post a Comment