Pemimpin Redaksi Republika Nasihin Masha memaklumi adanya kecenderungan tersebut, sebab masyarakat juga masih mencari fakta sesungguhnya atas kasus tersebut.
"Di sinilah peran media menghadirkan kebenaran, kebenaran yang etis tentu saja. Khususnya dari segi jurnalistik," ujarnya dalam sebuah acara diskusi kasus Tolikara di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat Jumat (31/7).
Ia melanjutkan, kebenaran yang bisa masyarakat dapatkan sejatinya berpusat dari pihak pemerintah. Sementara media massa melalui pemberitaannya cukup menjadi jembatan untuk menyalurkan informasi terkait sebuah peristiwa.
Akan tetapi, ketika pemerintah tidak secara terang benderang membuka informasi kepada publik, maka pegiat jurnalistik lah yang harus ambil bagian.
Nasihin mengambil contoh, ketika perdebatan apakah yang dibakar di Tolikara dalam insiden tersebut adalah masjid atau musala. Lalu apakah surat larangan melaksanakan solat ied di Tolikara itu asli atau tidak.
Ia mengatakan, dua contoh perdebatan ini akhirnya muncul di masyarakat karena pemerintah gagap menanggapi sodoran konfirmasi mengenai kebenaran dalam insiden Tolikara.
"Dari setiap jawabannya pun justru muncul perbedaan, ini justru malah membuat bingung masyarakat," katanya.
Untuk itulah, ia berharap pemerintah mampu menyingkap fakta dibalik kasus yang menyebabkan warga muslim di Tolikara harus sampai mengungsi. "Ini penting karena semua pihak butuh kebenaran berlandaskan fakta," ucapnya. (Republika)
0 Response to "'Fakta Insiden Tolikara Harus Dibuka agar Publik tak Bingung'"
Post a Comment