Pengalaman Mustofa Ali Ya’qub jadi ‘Pembantu’ Syeikh Wahbah Zuhaili

Pengalaman Mustofa Ali Ya’qub jadi ‘Pembantu’ Syeikh Wahbah Zuhaili [1] 
Kamis (06/08/2015) lalu, umat Islam di seluruh dunia sangat kehilangan atas wafatnya seorang ulama Sunni Dr. Syeikh Wahbah Az Zuhaili.

Beberapa ulama baik di tingkat dunia maupun Indonesia yang memberikan pernyataan bela sungkawa serta doa atas wafatnya Syeikh Wahbah Zuhaili.

Di antara yang ikut berduka adalah  Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Dr. Mustofa Ali Ya’qub.
Seperti diketahuk, Mustofa Ali Ya’kub,  mengaku memiliki pengalaman saat menemani Syeikh Wahbah Zuhaili di Jakarta.

Berikut ini adalah wawancara selengkapnya yang dimuat di laman Hidayatullah.com.

Bagaimana pandangan anda terhadap sesosok ulama Syeikh Wahbah Zuhaili?

Dari segi kelimuan kalau diurut dengan ulama-ulama dunia lainnya itu beliau adalah ulama urutan teratas untuk  masa sekarang ini, khususnya terkait keilmuan bidang fikih. Meskipun beliau juga ada kekurangan, setiap manusia pasti memiliki hal itu.

Syeikh Wahbah termasuk ulama yang berani memberikan apresiasi dan kritik kepada ulama yang lainnya, antara lain yang beliau apresiasi dan kritik adalah Dr. Syeikh Yusuf Al Qaradhawi. Itu beliau sampaikan saat ngobrol dengan saya di salah satu hotel di Jakarta.

Apa yang Syeikh Wahbah apresiasi dan kritik dari seorang Yusuf Qardhawi?

Hal yang beliau apresiasi dari seorang Syeikh Yusuf Al Qaradhawi itu adalah Dr. Yusuf itu seorang wahid atau mursyid yaitu orang yang memberikan nasihat atau penasehat. “Jadi wahid atau mursyid itu memang bagus sekali.”

Tetapi, Syeikh Wahbah memberikan fatwa yang menurutnya ada pendapat dari Syeikh Yusuf Al Qaradhawi yang bertabrakan dengan nash al-Qur’an yaitu fatwa soal seorang wanita muslimah yang punya suami seorang non-muslim itu boleh tinggal di dalam sebuah rumah.

Itu yang Syeikh Wahbah kritisikarena menurutnya fatwa itu bertabrakan dengan nash al-Qur’an dalam surat al-Mumtahannah ayat 10, “Lahunna khillullahum wa lahum yakhilluna lahunna.”

Jadi, Syeikh Wahbah Zuhaili di samping mengapresiasi seorang ulama, beliau juga berani mengkritisi. Dan itu sikap beliau yang mungkin saja disampaikan hanya kepada saya.

Selain itu?

Beliau termasuk ulama yang sangat produktif dibanding dengan ulama lain yang hidup semasa beliau khususnya di dalam menghasilkan sebuah karya tulis. Beliau pernah cerita kepada saya, bahwa dalam sehari itu bisa menulis selama 16 jam. Kalau sudah menulis di kamar, beliau terkadang lupa segala-galanya kecuali sholat dan makan saja. Bahkan pernah sampai lupa kalau ada tamu karena fokus menulis.

16 jam beliau menulis, sehari 24 jam itu beliau gunakan waktunya 16 jam untuk menulis. Berbeda dengan kita, 16 jam kadang habis untuk tidur saja. He..He..He..

Makanya, dibanding dengan ulama di Indonesia, mereka tidak ada seujung kuku dengan Syeikh Wahbah Zuhaili.

Apa saja yang anda ketahui dari karya tulis Syeikh Wahbah Zuhaili?

Karya beliau banyak sekali dan yang paling monumental adalah seperti Al-Fiqulislami Wa Fishogi al-Jadid, at-Tafsir al-Munir, Fiqih al-Imam as-sSyafi’i, Fikih al-Imam Abi Hanifah, Fikih al-Imam al-Malik dan seterusnya.

Apa yang bisa diteladani dari seorang ulama Syeikh Wahbah Zuhaili?

Saya kira banyak sekali yang perlu kita teladani, beliau itu konsisten dengan pendapat-pendapatnya dan tidak ada kepentingan lain kecuali hanya dalam rangka berhikmat untuk agama Allah. Dan yang penting kita teladani juga adalah produktifitas menulis. Sebab itu hal yang paling menonjol dari beliau, ketekunannya dalam menghasilkan sebuah karya yang bisa memberikan manfaat bagi umat manusia.
Sejauh mana hubungan anda dengan Syeikh Wahbah Zuhaili?

Saya dekat dengan Syeikh Wahbah, tetapi dekatnya itu cuma ketika beliau sedang ada di Jakarta saja. Kami sering ngobrol maupun belajar bersama di kamar hotel, dan itu sudah berkali kali.

Beliau juga pernah datang ke Pondok Pesantren Darus Sunnah memberikan ceramah kepada santri kami. Beliau juga memberikan tahni’ bagi guru-guru Pondok Pesantren Darus Sunnah yang mempunyai bayi waktu itu.

Apa yang dimaksud dengan tahni’?

Tahni’ itu merupakan sebuah simbol daripada mendapatkan keberkahan dari orang yang ‘alim. Bahkan beliau juga pmemberikan kata pengantar untuk buku kami yang kreteria halal haram itu.

Menurut saya bisa bersama dengan beliau itu senang dan bersyukur sekali menjadi “kacung”, tapi “kacung”nya ulama sekelas Syeikh Wahbah Zuhaili, sebuah kebahagian bagi saya. Kalau saya jadi pembantu tetapi pembantunya ulama itu merupakan kebahagiaan bagi saya.

Kadang-kadang saya menagis sendiri ketika membaca riwayat pembantu-pembantu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam. Saya terharu sekali, seperti saat membaca riwayat Ummu Aiman, yang di pagi hari membawa kambing milik Rasulullah untuk “digembala” di lereng Gunung Uhud. Kemudian sore harinya dia kembali ke rumah sambil membawa kayu bakar.

Selain menggembala kambing milik Rasulullah, Ummu juga memerah susu kambing di waktu pagi, kemudian susu itu diminum Rasulullah dan sebagian disediakan untuk menjamu para tamu, baru sebagiannya lagi dijual di pasar.

Itulah riwayat pembantu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam. Betapa bahagianya Ummu Aiman bisa menjadi pembantu Rasulullah.

Dan tentu yang namanya membantu dengan yang dibantu itu hidup dalam satu rumah. Dan mudah-mudahan ia bisa hidup lagi dalam sebuah surga bersama dengan Rasulullah.

Saya memang tidak bisa menjadi pembantu Rasulullah. Mudah-mudahan saya  akan senantiasa membantu Rasulullah dalam menyebarkan serta juga membela hadist-hadistnya.

Makanya saya merasa bersyukur dan bahagia sekali saat Syeikh Wahbah Zuhaili berkunjung ke pesantren kami. Kemudian saya mohon beliau untuk berbaring dan memijatnya.

Itu merupakan kebahagiaan sekali buat saya. Saya lebih bahagia memijat atau melayani ulama yang warosatul anbiya seperti Syeikh Wahbah. Sebab beliau bukan ulama yang KH-nya ‘kurang hajar’ tapi KH-nya itu betul-betul yang Kiai Haji.

Apa yang Anda rasakan saat ini setelah Syeikh Wahbah Zuhaili wafat?

Tentu saja saya sebagai salah satu dari umat Islam sedunia, mungkin tidak berlebihan apabila saya mengatakan bahwa dunia Islam merasa kehilangan dengan wafatnya seorang ulama besar Syeikh Wahbah Zuhaili.

Saya merasa sangat kehilangan betul, sementara untuk saat ini saya belum melihat ada seorang ulama yang bisa menggantikan posisi beliau dari ulama yang satu level setingkat dengannya.

Bahkan, saya pernah bilang kalau dulu dari Syam (Suriah) ada Syeikh Imam an-Nawawi, maka sekarang Syeikh Wahbah Zuhaili itu bisa disebut sebagai ‘Syeikh Imam an-Nawawi’ masa kini.

Tentu andai kata tempat beliau dekat maka saya akan bertakziah ke rumah dan pemakaman beliau tetapi kita tahu tempatnya jauh sekali, cukup dari sini saya akan mendoakan Syeikh Wahbah. InsyaAllah Jumat (14/08/2015) ini nanti di masjid Istiqlal Jakarta akan digelar sholat ghaib untuk beliau.

Sumber: Hidayatullah.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengalaman Mustofa Ali Ya’qub jadi ‘Pembantu’ Syeikh Wahbah Zuhaili"

Post a Comment