Antara Debat Cawapres, Kemandirian IPTEK, dan Middle Income Trap

Oleh : Prof Freddy Permana Zen, MSc, DSc  
(Guru Besar pada program Fisika di  Intitut Teknologi Bandung dan Deputi Bidang Sumber Daya IPTEK Kementerian Riset dan Teknologi)


Debat Calon Wakil Presiden antara Hatta Rajasa dengan Jusuf Kalla dengan tema Pembangunan Sumber Daya Manusia dan IPTEK telah usai pada hari Minggu malam 29 Juni lalu. Kedua Cawapres telah mengemukakan berbagai hal terkait tema dengan menggunakan Konsep, Visi, program bila terpilih, dan berbagai pendapat masing-masing.
Bagi penulis yang kesehariannya berada di lingkungan perguruan tinggi berbasis teknologi dan juga sekaligus berada di Kemenristek yang menangani pembangunan IPTEK di Indonesia tentu saja debat kemarin sangat menarik untuk diamati dan dibedah, khususnya dari kacamata berpikir dan sudut pandang kalangan perguruan tinggi, peneliti IPTEK, dan kalangan masyarakat yang concern atas pembangunan SDM dan IPTEK bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Penulis ingin menyoroti beberapa hal dari debat kemarin, khususnya pada penyampaian visi secara umum dan penjabaran program peningkatan SDM dan IPTEK di tanah air.

Pada penyampaian dan pendalaman visi, Jusuf Kalla menyampaikan bahwa Sumber Daya Manusia Indonesia adalah subjek dan objek pembangunan, sedangkan kombinasi antara kualitas SDM dan Ilmu akan membawa kemajuan bangsa. Pendidikan, SDM, dan ilmu tidak bisa berdiri sendiri. Juga ditekankan adanya revolusi mental di dunia pendidikan yang menekankan pada budi pekerti dan dapat diajarkan menyatu dengan berbagai bidang ilmu seperti sejarah, matematika, bahasa, dan sebagainya. Sebagai contoh Jusuf Kalla menyampaikan cerita kancil yang menurutnya identik dengan suka menipu, perlu dihilangkan dan dapat diajarkan pada pelajaran bahasa Indonesia.

Jusuf Kalla juga menekankan bahwa pemerintah harus membuat kebijakan untuk pengembangan inovasi anak bangsa dan mengutamakan perusahaan dalam negeri. Selain itu Kalla juga berpendapat bahwa sebaiknya institusi riset yang ada sekarang seperti yang ada di pemerintah, perguruan tinggi, dan swasta digabungkan untuk efisiensi. Sedangkan untuk pendanaan, anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dinilai dapat juga digunakan untuk membiayai berbagai riset.

Berbeda dengan Jusuf Kalla, Hatta Rajasa lebih terperinci dan jelas dalam menjelaskan visi nya. Hatta menyampaikan bahwa Pembukaan UUD 1945 telah berisi amanat untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa sehingga menjadi kewajiban negara untuk melaksanakanya. Selain itu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjadi komitmen bangsa dan negara untuk memajukan IPTEK sebagai pilar utama pembangunan bangsa. Sebagai catatan UU ini di buat dan di sahkan sebagai bagian dari produk hukum sewaktu Hatta Rajasa menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi.

Hatta berpandangan bahwa kualitas bangsa tergantung dari kualitas pendidikan, kesehatan, dan penguasaan IPTEK. Pada tataran implementasi program pemerintahan, Prabowo Hatta akan berupaya menjamin masyarakat dapat menikmati pendidikan yang inklusif, berkeadilan, berkualitas, sedini dan menjangkau seluas mungkin, adanya pendidikan gratis selama 12 tahun sampai tingkat SMA, menambah 800 ribu guru baru, serta  meningkatkan kesejahteraan guru selama 5 tahun ke depan.

Untuk meningkatkan kualitas kesehatan, perbaikan gizi, perluasan akses dan cakupan BPJS, mendekatkan layanan kesehatan bagi masyarakat akan dilakukan. Sedangkan untuk penguasaan IPTEK bagi kemajuan bangsa,  Hatta berkomitmen untuk menaikkan anggaran bagi Perguruan Tinggi yang terkait dengan IPTEK, bantuan operasional 2x (dua kali)  lipat, serta menyalurkan  dana riset sebesar      Rp 10 triliun selama 5 (lima)  tahun kedepan bagi sektor pangan, energi, transportasi, telekomunikasi, kesehatan, pertahanan, dan sebagainya.

Dari penyampaian visi ini, Jusuf Kalla lebih menyampaikan hal-hal yang bersifat umum dan secara garis besar dapat di simpulkan bahwa untuk pembangunan SDM dan IPTEK ini Jusuf Kalla cenderung untuk fokus pada pembangunan karakter dengan Revolusi Mental, kebijakan pemerintah yang memihak perusahaan dalam negeri, penggabungan institusi riset, dan penggunaan anggaran pendidikan untuk kemajuan IPTEK.

Hatta Rajasa lebih jelas dan terukur dalam menyampaikan visi nya, yaitu untuk meningkatkan kualitas SDM, maka diperlukan peningkatan pendidikan secara komprehensif, kesehatan, dan penguasaan IPTEK. Sedangkan untuk percepatan penguasaan IPTEK, Hatta Rajasa lebih gamblang menyampaikan komitmennya termasuk alokasi budget didalamnya.  Budget dana riset bagi pengembangan produk-produk teknologi bagi kemajuan bangsa sangat penting untuk mempercepat penguasaan teknologi dan anggaran riset yang sekarang adalah 0,1% GDP harus ditingkatkan . Kegagapan penguasaan teknologi yang terjadi saat ini salah satunya timbul karena faktor minimnya dana riset.

Sumber: ROL

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Antara Debat Cawapres, Kemandirian IPTEK, dan Middle Income Trap"

Post a Comment