Sebelum
tanggal 22 MARET 1946 Indonesia selalu diklaim Belanda sebagai masalah dalam
negeri negara penjajah itu. Belanda tetap mengklaim Indonesia sebagai wilayah
jajahannya.
Sebelum 22
MARET 1946 belum lengkap syarat negara Indonesia secara de jure walaupun secara
de facto Indonesia sudah berdiri sejak 17 Agustus 1945.
Sebelum 22
MARET 1946, negara-negara di luar Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) tidak mau ikut campur urusan Indonesia karena dianggap sebagai masalah
dalam negeri Belanda.
Sebelum 22
MARET 1946, dunia internasional belum mau mengurusi masalah Indonesia walaupun
terjadi peperangan di Indonesia dan banyak korban jiwa.
Sebelum 22
MARET 1946, delegasi Indonesia seperti Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim,
Soedjatmoko, LN Palar, tidak boleh masuk ke Sidang Majelis Umum PBB.
Apa yang
terjadi pada 22 Maret 1946? Itu adalah tanggal ketika ada sebuah negara
mengakui kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya. Negara itu adalah Mesir.
Bahkan setahun sebelum kemerdekaan diproklamirkan, Palestina, melalui Mufti
Besarnya, Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini sudah menyatakan dukungannya untuk
Indonesia.
Pada 6
September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ dari
Syaikh Amin Al-Husaini ke seluruh dunia Islam untuk mendukung kemerdekaan
Indonesia.
Sejak Mesir
dan Palestina mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia, negara-negara di
Timur Tengah berduyun-duyun mengakui kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya itu,
India pun kemudian mengikuti langkah Mesir dan Palestina.
Selain
kepiawaian Haji Agus Salim untuk melobi negara-negara Timur Tengah, juga karena
dukungan dari gerakan-gerakan Islam di Timur Tengah pada umumnya dan Mesir pada
khususnya.
Berawal dari
Mansur Abu Makarim, seorang informan Indonesia yang bekerja di Kedutaan Belanda
di Kairo, Mesir yang membaca di Majalah Vrij Netherland yang memberitakan
bahwa Negara Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian
memberitahukannya kepada koran-koran dan radio di Mesir.
Rakyat Mesir
dan anggota-anggota organisasi Islam menyambut gembira. Koran-koran dan radio
Mesir mengatakan bahwa ini adalah awal kebangkitan di dunia Islam. Juga
dinyatakan ini adalah awal dari kemerdekaan negara-negara di dunia Islam untuk
terbebas dari belenggu penjajahan negara-negara Barat.
Pada 16
Oktober 1945 sejumlah ulama di Mesir dan Dunia Arab dengan inisiatif sendiri
membentuk ‘Lajnatud Difa’i'an Indonesia’ (Panitia Pembela Indonesia). Ikhwanul
Muslimin yang berpusat di Mesir dan dipimpin oleh Hasan Al Banna saat itu
menjadi unsur utama gerakan ini.
Sejak itu
Ikhwanul Muslimin sering mengadakan demo besar-besaran mendesak pemerintah
Mesir untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Para kelasi kapal yang bekerja di
kapal-kapal Inggris banyak yang melakukan pemogokan bahkan berhenti bekerja dan
mengajukan tuntutan kepada pemerintah Inggris supaya berhenti membantu Belanda.
Bahkan ada
mahasiswa Indonesia yaitu Mohammad Zein Hassan yang bekerja di kapal Inggris di
Tunisia, berhenti bekerja di kapal Inggris itu dan berjalan kaki dari Tunisia
ke Mesir.
Ketika
ditanya kenapa ia berjalan kaki sejauh itu, Zein Hassan menjawab, “Seluruh
perusahaan transportasi dari Tunisia ke Mesir adalah milik Inggris dan
ulama-ulama di Mesir mengharamkan bekerjasama dengan Inggris yang membantu
Belanda menghalang-halangi kemerdekaan Indonesia!”
Saat itu
Ikhwanul Muslimin juga membuka ruang seluas-luasnya bagi mahasiswa-mahasiswa
Indonesia di Mesir untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran
dan majalah milik Ikhwan.
Ketika
terjadi pertempuran Surabaya 10 November 1945 dan banyak koran Indonesia
memberitakan, Ikhwanul Muslimin dan gerakan Islam lainnya mengadakan shalat
ghaib berjamaah di banyak tempat di Mesir.
Atas desakan
ikhwanul Muslimin dan gerakan Islam lainnya akhirnya Negara Mesir di bawah
pimpinan Raja Farouk ketika itu mengakui kemerdekaan Indonesia pada 22 Maret
1946. Setelah itu pemerintah Mesir mengirimkan utusan khususnya yang membawa
surat pengakuan itu untuk menemui Presiden Soekarno di ibukota RI, Yogyakarta.
Ini adalah
perjuangan berat karena saat itu Indonesia diblokade Belanda. Perlu keberanian
dan keterampilan khusus seperti John Lie untuk menembus blokade Belanda (lihat
tulisan penulis di http://sejarah.kompasiana.com/2011/02/04/pahlawan-nasional-dari-etnis-tionghoa-refleksi-imlek-2011/).
Ketika
Belanda melakukan agresi militer pertama pada 1947, para buruh anggota Ikhwanul
Muslimin sering mencegat kapal-kapal Belanda di Terusan Suez yang saat itu
dinyatakan milik internasional.
Ketika kapal
Belanda Volendam mendarat di Port Said, beberapa motor boat yang dikendarai buruh
pelabuhan dan anggota-anggota Ikhwanul Muslimin, mengelilingi kapal itu dan
mencegah kapal-kapal lain mendekat dan menyuplai air minum untuk kapal Belanda
tersebut.
Pemerintah
Mesir juga menyalurkan bantuan lunak berupa uang kepada pemerintahan Indonesia
yang kas-nya masih kosong. Sungguh sebuah bantuan yang sangat berarti. Hal ini
kemudian diikuti oleh negara-negara Timur Tengah lainnya.
Jadi Peran
Mesir yang dipelopori oleh Ikhwanul Muslimin sangatlah besar dan berarti buat
Indonesia. Maka, sangatlah wajar kalau pemerintah dan rakyat Indonesia saat ini
membantu Mesir dan Palestina dalam menyelesaikan masalah mereka karena hubungan
historis yang sangat kuat. Di Mesir juga ada Jalan Ahmad Soekarno yang diambil
dari nama Presiden Pertama Republik Indonesia.
Oleh: Agung Pribadi
Sumber: salam-online
0 Response to "Atas Desakan Ikhwanul Muslimin, Mesir Jadi Negara Pertama Akui Kemerdekaan Indonesia (Edisi Hari Kemerdekaan)"
Post a Comment