Dr. Warsito Purwo Taruno. (inet) |
Dr. Warsito Purwo Taruno (lahir di Karanganyar, 15 Mei 1967;
umur 47 tahun) adalah ilmuwan Indonesia. Sama seperti anak desa pada umumnya,
Warsito menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan bermain di sawah dan memelihara
ternak. Meski demikian, anak keenam dari delapan bersaudara ini termasuk siswa
yang cemerlang. Dia gemar membaca buku apa saja tanpa mengenal waktu dan
tempat. Kecerdasan Warsito juga tidak bisa dilepaskan dari peranan kedua orang
tuanya. Sang ayah selalu mendorongnya untuk selalu maju. Sedangkan ibunya
selalu memotivasi agar melakukan segala sesuatu pekerjaan dengan dasar
ketulusan dan ketabahan.
Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Karanganyar, Solo pada tahun
1986, Warsito muda melanjutkan sekolah ke Jurusan Teknik Kimia Universitas
Gadjah Mada (UGM). Namun pada semester pertama karena mendapatkan beasiswa, Ia
melanjutkan studi Teknik Kimia di Jepang. Studi S-1, ia tempuh di Tokyo
International Japanese School, Tokyo, tamat tahun 1988. Kemudian ia melanjutkan
studi ke jenjang S-2 di Shizouka University jurusan Chemical Engineering, lulus
tahun 1992. Masih di universitas yang sama, Warsito kemudian meraih gelar M.
Eng tahun 1994 dan gelar Ph.D Electronic Science and Technology tahun 1997.
Di universitas tersebut, Warsito pernah menjadi staf peneliti
dan asisten dosen selama 2 tahun. Saat menyelesaikan tugas akhir mahasiswa S-1
di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Universitas Shizuoka, Jepang, tahun
1991, Dr. Warsito mulai tertarik dengan sebuah riset tentang menembus pandang
sebuah objek (sekarang disebut tomografi). Ketika itu, peraih Achmad Bakrie
Award 2009 ini ingin membuat teknologi yang mampu “melihat” tembus dinding
reaktor yang terbuat dari baja atau obyek yang opaque (tak tembus cahaya). Dia
lantas melakukan riset di Laboratorium of Molecular Transport di bawah
bimbingan Profesor Shigeo Uchida.
Setelah menyelesaikan pendidikan S-3, Dr. Warsito menghadiri
sebuah konferensi di Belanda dan bertemu dengan seorang profesor dari Amerika
Serikat yang kemudian mengajaknya melakukan riset di Amerika Serikat. Pada
tahun 1999, dia hijrah ke Amerika Serikat dan bertemu dengan Professor
Liang-Shih Fan dari Ohio State University (OSU). Keduanya bekerja sama di
laboratorium Industrial Research Consortium milik OSU dan mengembangkan riset
tomografi volumetrik. Di tengah kesibukan melakukan riset bersama 15 ilmuwan
lain di OSU, Dr. Warsito meluangkan waktu menulis di sejumlah jurnal ilmiah
bertaraf internasional. Tak jarang, ia juga dipercaya menjadi pembicara utama
dalam sejumlah forum ilmuwan dunia. Sepanjang tahun 2003-2006 itu, ia
mencurahkan waktu dan tenaga melakukan riset di Amerika Serikat dan sesekali
pulang ke Indonesia.
Pendidikan
Teknik Kimia
Fakultas Teknik UGM Yogyakarta (1986).
S1 Tokyo
International Japanese School Tokyo (1988).
S2 Teknik Kimia di
Shizouka University Jepang (1992).
S3 Ph.D Teknik
Elektro di Shizouka University Jepang (1997).
Penemuan ECVT
Dr. Warsito kemudian mengembangkan Center for Tomography
Research Laboratory (CTECH Labs) Edwar Technology, pusat riset dan produksi
sistem tomografi 4D yang pertama di dunia, di sebuah ruko dua lantai yang
berpusat di Tangerang, Banten. Lantai pertama ruko itu dijadikan warnet dan
lantai ke dua adalah labs. Di ruko inilah, Dr Warsito bersama kawan-kawannya
ingin mewujudkan cita-cita membangun institusi riset yang tidak kalah dengan
institusi riset mana pun di dunia. Dari tempat itu pulalah, lahir teknologi
Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT).
Langkah Dr. Warsito sebagai peneliti sempat goyah karena
hasil risetnya hilang tak berbekas. Komputer kerjanya hangus terbakar tersambar
petir dan laptopnya pun tiba-tiba jebol. Riset bertahun-tahun untuk menciptakan
alat pemindai empat dimensi (4D) berbasis teknologi ECVT, hilang begitu saja.
Hal itu membuat Dr. Warsito menjadi stres dan bingung. Tetapi Dr. Warsito tidak
mau terpuruk terlalu lama. Ia membongkar arsip dan catatan risetnya mulai dari
awal. Untuk mewujudkan impiannya kembali, ia membentuk satu tim ahli dari CTECH
Labs.
Kerja keras Dr. Warsito akhirnya menuai hasil. Pada tahun
2004, risetnya selesai tapi masih dalam bentuk prototipe. Meski begitu,
temuannya segera menjadi incaran sejumlah perusahaan minyak terkemuka di
Amerika Serikat dan lembaga antariksa NASA. Sebab teknologi temuan Dr. Warsito
mengungguli kemampuan CT Scan dan MRI. Teknologi pemindai 4D pertama di dunia
itu kemudian dipatenkan Dr. Warsito di Amerika Serikat pada lembaga paten
internasional PTO/WO bernomor 60/664,026 tahun 2005 dan 60/760,529 tahun 2006.
Teknologi ECVT ciptaan Dr. Warsito itu kemudian menjadi
berita utama di mana-mana. Diantaranya, berita yang dirilis oleh Ohio State
Research News pada 27 Maret 2006 dan kemudian dikutip oleh Science Daily
(Amerika Serikat), Scenta (Inggris), Chemical Online, Electronics Weekly dan
hampir seluruh media pemberitaan iptek di segala bidang dari energi, kedokteran,
fisika, biologi, kimia, industri, elektronika hingga nano-teknologi dan
antariksa di seluruh dunia.
Pada dasarnya, ECVT atau Electrical Capacitance Volume
Tomography mirip dengan USG / CT Scan dan MRI yang banyak digunakan di dunia
medis. Namun tak seperti CT Scan dan MRI yang hanya digunakan untuk melihat apa
yang terjadi di dalam tubuh manusia, ECVT jauh lebih canggih karena pasien tak
perlu masuk ke dalam tabung seperti alat MRI yang cuma menampilkan gambar dua
dimensi. Sistem ECVT ini terdiri dari sistem sensor, sistem data akuisisi dan
perangkat komputer untuk kontrol, rekonstruksi data dan display. Dengan
teknologi ini, pemindaian bisa dilakukan dari luar, tanpa menyentuh obyek
bahkan obyek skala nano dan obyek yang bergerak dengan kecepatan tinggi bisa
terlihat.
Dalam pengembangannya, teknologi ECVT sudah diakui bahkan
dipakai lembaga antariksa Amerika (NASA), Exxon Mobil, BP Oil, Shell
(perusahaan), ConocoPhillips, Dow Chemical, mistubishi Kimia termasuk
Departemen Energi AS (Morgantown National Laboratory). Sedangkan di Indonesia
sendiri, teknologi ini digunakan untuk pemindaian tabung gas bertekanan tinggi,
seperti kendaraan berbahan bakar gas Bus Transjakarta. Hingga saat ini, CTECH
Labs Edwar Technology masih terus mengembangkan teknologi tomografi volumetric
untuk berbagai aplikasi. Meskipun masih berskala kecil, institusi yang
dibangunnya mempunyai reputasi tinggi di dunia dan telah mampu menjalin kerja
sama riset dengan lembaga riset dan universitas kelas dunia seperti Ohio State
University (Amerika Serikat), National Natural Science Laboratory of Japan
(RIKEN, Japan), Universitas Teknologi Nanyang (Singapore) dan Universiti
Kebangsaan Malaysia (Malaysia)
Penemuan Alat Pembasmi Kanker
Alat terbaru yang sedang dikembangkan Dr. Warsito dan timnya
adalah alat pembasmi kanker otak dan kanker payudara. Alat yang berbasis
teknologi ECVT itu terdiri dari empat perangkat yakni brain activity scanner,
breast activity scanner, brain cancer electro capacitive therapy, dan breast
cancer electro capacitive therapy. Brain activity scanner dibuat Dr. Warsito
sejak Juni 2010. Alat tersebut berfungsi mempelajari aktivitas otak manusia
secara tiga dimensi. Bentuk alat tersebut mirip helm dengan puluhan lubang
connector yang dihubungkan dengan sebuah stasiun data akuisisi yang tersambung
dengan sebuah komputer. Alat itu bisa mendeteksi ada tidaknya sel kanker di
otak. Dengan alat itu, dokter juga bisa melihat seberapa parah kanker otak yang
diderita pasien.
Sementara itu, breast activity scanner diciptakan pada
September 2011 juga berfungsi mendeteksi adanya sel kanker di tubuh. Selain dua
alat tersebut, Dr. Warsito melengkapinya dengan membuat brain cancer electro
capacitive therapy dan breast cancer electro capacitive therapy. Dua alat
berbasis gelombang listrik statis dengan tenaga baterai itu terbukti dapat
membunuh sel kanker hingga tuntas hanya dalam waktu dua bulan. Setelah
menggunakan alat ini, reaksi tubuh pasien mengeluarkan keringat bukti alat
tersebut bekerja baik. Warsito telah membuktikan keampuhan alat ciptaannya
kepada kakak perempuannya yang menderita kanker payudara stadium IV. Dalam
waktu beberapa bulan setelah pemakaian, hasil tes laboratorium menyatakan bahwa
sang kakak dinyatakan bersih dari sel kanker yang hampir merenggut nyawa itu.
Untuk brain cancer electro capacitive therapy, Dr. Warsito
mencoba mengenakannya kepada seorang pemuda berusia 21 tahun yang menderita
penyakit kanker otak kecil (cerebellum). Kondisi pemuda itu sudah parah, lumpuh
total dan tidak bisa menelan makanan atau minuman. Dalam terapi ini, Dr.
Warsito bekerja sama dengan tim dokter ahli radiologi dan onkologi dari sebuah
rumah sakit besar di Jakarta. Setelah seminggu pemakaian alat tersebut, pemuda
itu sudah bisa bangun dari tempat tidur serta menggerakkan tangan dan kaki.
Setelah dua bulan pemakaian, pemuda tersebut sudah dinyatakan sembuh total.
Meski sudah mendapatkan hasil yang luar biasa, Dr. Warsito
mengakui bahwa alat yang sudah dipakai oleh pasien di Indonesia, India,
Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, Eropa, China, dan Taiwan itu, masih dalam
taraf penelitian yang perlu dielaborasi lebih jauh. Di sisi lain, para onkolog
atau dokter ahli kanker juga masih berhati-hati menyikapi temuan Dr. Warsito
yang diklaim bisa menyembuhkan kanker payudara itu.
Penghargaan
Berkat kerja keras dan peranannya dalam mengharumkan dunia
sains Indonesia di mata internasional, Dr. Warsito sudah dianugerahi sejumlah
penghargaan. Ayah empat putra ini pernah menerima Achmad Bakrie Award 2009 ;
terpilih menjadi salah satu dari “100 Tokoh Kebangkitan Indonesia” Versi
Majalah Gatra tahun 2008 ; “10 Tokoh yang Mengubah Indonesia” versi majalah
Tempo tahun 2006 ; Anugerah dari American Institute of Chemist Foundation
Outstanding Post-doctoral Award tahun 2002. Ia juga menjadi lulusan terbaik
bidang kimia di Universitas Shizouka. Bahkan di awal kariernya pada 1985, Dr.
Warsito sempat meraih Baiquni Award bidang sains dan matematika dari
Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dr. Warsito juga termasuk dalam 16 ilmuwan Indonesia yang
diberi kesempatan unjuk gigi di depan Douglas D. Osheroff, peraih Nobel Fisika
1996 yang berkunjung ke Indonesia. Demi memajukan dunia penelitian di
Indonesia, Dr. Warsito ikut mendirikan organisasi bernama Masyarakat Ilmuwan
dan Teknologi Indonesia (MITI). Sejak tahun 2005, Dr. Warsito yang didaulat
menjadi Ketua Umum MITI, telah membangun jaringan MITI di seluruh Indonesia dan
luar negeri terutama MITI-Mahasiswa di lebih dari 50 kampus di 26 provinsi di
seluruh Indonesia. Program utama yang dilancarkan MITI adalah meningkatkan
kualitas akademis dan kemampuan riset mahasiswa Indonesia dan pengembangan SDM
mahasiswa Indonesia.
Sumber: wikipedia