Iwan Suryawan didampingi sang anak, Faradila ketika menunjukkan surat pengeluaran putrinya dari sekolah (Foto Cepos) |
Masih ingat dengan kasus yang menimpa Faradila Widy Afini
Lokahita? Faradila adalah siswi kelas V SD Negeri Entrop Jayapura, Papua yang
ramai diberitakan oleh media pada Agustus lalu karena diusir dari sekolah setelah ia berjilbab. Setelah sekitar sebulan menghilang dari pemberitaan, kabar
terbaru justru saat ini Faradila dikeluarkan dari sekolah sebagai kelanjutan
dari masalah tersebut.
Tentu hal ini membawa tanda tanya besar di benak kita.
Bukannya memberi sanksi kepada Kepala Sekolah dan Wali Kelas yang telah berlaku
diskriminatif dan intoleran, justru siswi tak bersalah itu yang harus
dikeluarkan dari sekolah.
Surat yang menyatakan mengeluarkan Faradila dari sekolah
ditandatangani oleh kepala sekolah pada Selasa (30/9/2014) lalu. Surat itu
telah diberikan langsung oleh Kepala SD Negeri Entrop, Barsalina Hamadi, S.Pd
kepada Faradila. Setelah menerima surat itu, Faradila langsung pulang dan
menyampaikan kepada orang tuanya.
Merasa kasus putrinya berlarut-larut, orang tua dari
Faradila, Iwan Suryawan, telah
melaporkan kejadian tersebut kepada Komnas HAM.
Pihak Komnas HAM telah menindaklanjutinya dengan menemui langsung sang
kepala sekolah.
Iwan mengaku anaknya sempat ditegur berkali-kali dan diusir
dari sekolah. Ada perlakuan diskriminasi yang dilakukan kepala sekolah dan wali
kelas kepada anaknya. Ketika belajar kelompok, anaknya tidak dimasukkan dalam
kelompok mana pun dan sering disindir wali kelasnya soal jilbab.
Ditemui oleh kabarpapua.net, Iwan menceritakan bahwa anaknya yang selama
ini menderita sakit lemah fisik dan pihak sekolah telah mengetahui sehingga
membolehkan Faradila tidak ikut upacara setiap hari Senin. Karena jika
dipaksakan Faradila bisa jatuh pingsan. Namun, setelah pemberitaan pengusiran
Faradila oleh pihak sekolah mencuat beberapa waktu lalu, Faradila sering
dipaksa ikut upacara hari Senin. Wal hasil, Faradila sempat jatuh pingsan
hingga harus dirawat sekitar sepekan di rumah sakit pada pertengahan September
lalu.
Iwan menyatakan bahwa mengenakan jilbab adalah kemauan
anaknya sendiri dan tidak ada orang yang meminta. Niat itu muncul dari sang
anak sendiri pada awal Agustus lalu dan sampai sekarang anaknya menolak jika
harus melepaskan jilbab.
(Foto: Papuapos) |
Kasus diskriminasi yang menimpa Faradila ini bukanlah kasus pertama
di kota Jayapura. Kasus serupa pernah menimpa siswi kelas 2 SD Negeri VIM 1
Kotaraja bernama Farrah Shaina Azzahra. Kepada kabarpapua.net, orang tua
Farrah, Suryati menuturkan bahwa putrinya
saat mendaftar ke sekolah tersebut langsung diultimatum untuk tidak mengenakan
jilbab jika ingin diterima.
Suryati mengatakan bahwa akhirnya putrinya pun bersekolah
tanpa mengenakan jilbab. Padahal dalam kesehariannya Farrah mengenakan jilbab
di lingkungannya. Maka Suryati pun berinisiatif untuk memakaikan rok panjang
kepada sang putri. Namun, gara-gara rok panjangnya ini, Farrah sering ditegur
oleh guru-guru di sekolahnya.
Saat ini publik menunggu sanksi yang tegas terhadap kepala
sekolah dan wali kelas di SDN Entrop tersebut agar kejadian ini tidak berlarut-larut. Mengingat pemaafan
yang diberikan oleh pihak Dinas Pendidikan Kota Jayapura atas kasus pengusiran
Faradila pada Agustus lalu ternyata justru dimanfaatkan oleh Wali Kelas dan Kepala
Sekolah untuk terus melakukan tindakan sewenang-wenang. Jika sang kepala sekolah tetap dimaafkan, publik
mengkhawatirkan akan sang wali kelas dan kepala sekolah tidak menyadari
kesalahannya dan dapat berakibat lebih fatal lagi. (cepos/kabarpapua.net)