Mungkin saat membuat kebijakan menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Jakarta, Jokowi yang kala itu masih menjadi Gubernur Jakarta tidak menyadari bahwa rumah
itu adalah tempat tinggal warga Jakarta. Rumah bukanlah barang dagangan. Warga pun keberatan dengan kenaikan PBB yang mencapai 13 kali lipat lebih (13.000 persen) dari tahun sebelumnya, seiring dengan keputusan Jokowi menaikkan NJOP berkisar antara 100 persen hingga 240 persen.
Abdul Latif ketua RT 003/02 Semper Timur
Kecamatan Cilincing Jakarta Utara yang tahun lalu hanya bayar Rp 16.000,
tahun 2014 ini harus bayar PBB sebanyak 216.440. Sementara Linda warga
jalan Mendawai I Kebayoran Baru Jakarta Selatan kaget karena harus bayar
Rp 10,1 juta padahal tahun 2012 dia hanya bayar Rp 1,9 juta.
Ini pajak apa mau mencekik rakyat?
Berita Kompas 22 Maret 2014 |
Berita Kompas 22 Maret 2014 |
Meski Jokowi dan Ahok ingin meningkatkan
pendapatan DKI Jakarta, tapi jangan dengan cara mencekik rakyat. Ini
tidak benar. Ini menyusahkan rakyat. Dengan NJOP misalnya Rp 50 juta/m2 itu, bukan berarti warga yang tinggal di tanah seluas 200 m2 itu bisa
beli tanah tersebut dgn harga Rp 10.000.000.000. Bisa jadi tabungannya cuma
kurang dari rp 10 juta dan penghasilannya cuma kurang dari Rp 4,5
juta/bulan. Hanya karena itu tanah warisan ayah / kakeknya sajalah
mereka harus tinggal di situ. Jika bukan warisan dan harus beli, meski
harganya cuma Rp 100 juta pun belum tentu mereka sanggup.
Apa mereka semua harus jual rumah dan pindah dari Jakarta agar bisa bayar pajak PBB?
Bahkan jika Jokowi bisa memberi
keringanan sampai 50% pun (ini juga dengan berbagai persyaratan di mana
warga harus mengaku miskin / tak sanggup) tetap memberatkan warga. Linda
misalnya jika tahun 2012 bayar Rp 1,9 juta, dengan “Diskon 50%” tetap
saja harus bayar Rp 5 juta lebih dari Rp 10,1 juta tarif PBB baru yang
mencekik rakyat tsb.
Penghasilan rakyat itu belum tentu naik
5% dalam setahun. Masak pajak PBB naik sampai 1300% lebih! Wajar tidak?
Jadi harusnya Jokowi dan Ahok harus hati2 dalam menaikan tarif pajak PBB
bagi rakyatnya. Jangan menyusahkan rakyat. Seorang pemimpin harus punya
kepekaan sosial terhadap rakyatnya.
Jangan samakan warga yang tanahnya
merupakan warisan dari orang tuanya yang sekedar memperbaiki atap bocor
saja tidak mampu dengan warga kaya yang mampu beli tanah seluas 400 m2
di Jakarta. Jika seperti ini, Jokowi dan Ahok akan mengusir 8 juta dari
10 juta warga DKI. Bisa jadi dengan tingginya pajak PBB, rakyat terpaksa harus menjual rumah mereka dan pindah ke luar Jakarta! (infoindonesiakita/kabarpapua.net)