Usai Diperiksa Delapan Jam, Sutan Bhatoegana Ditahan KPK


'Ngeri-ngeri Sedap' Jadi Tahanan KPK
KPK akhirnya menahan Sutan Bhatoegana, Senin (2/2).
Ketika mendengar dua ungkapan ini, yakni"Ngeri-ngeri sedap" dan "Masuk barang tu" pikiran kita akan langsung teringat dengan Sutan Bhatoegana.
 
Politisi Partai Demokrat itu sering melontarkannya di berbagai kesempatan, terutama saat tampil di televisi untuk acara bincang-bincang maupun saat berdebat. Sempat dua kali menjadi anggota DPR, Sutan dikenal sebagai politikus yang "lihai" bersilat lidah, tak peduli apakah argumennya bisa diterima akal sehat oleh publik di setiap kesempatan.

Namun, pada Senin malam 2 Februari 2015, Sutan tidak bisa lagi berkelit. Setelah sekitar delapan jam diperiksa, dihadirkan di hadapan para wartawan dan bidikan puluhan kamera, dia tertunduk lesu. Sutan rupanya sudah berstatus tahanan KPK.

Setelah hampir sembilan bulan menyandang status tersangka, mantan Ketua Komisi VII DPR itu akhirnya merasakan rompi jingga dari "butik" Komisi Pemberantasan Korupsi. Sutan tersandung kasus dugaan korupsi terkait dengan pembahasan anggaran APBN-P tahun 2013 di Kementerian ESDM. Jeruji besi pun akhirnya menghampirinya.

Pada Senin 2 Februari 2015, Sutan diperiksa oleh penyidik selama hampir sembilan jam. Mantan Sekretaris Partai Demokrat itu terlihat keluar pada 18.45 WIB. Tak seperti ketika masih "jaya", kali ini Sutan tidak banyak mengeluarkan guyonan-guyonan khasnya.

"Saya ngikutin prosedur ya, benar tidaknya nanti kita tunggu di pengadilan," ujar Sutan singkat.

Sutan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal ini mengatur soal penyelenggara negara yang menerima gratifikasi.

Perjalanan Kasus
Sejak mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini ditetapkan sebagai tersangka pada 14 November 2013 oleh KPK, sebagai mantan Ketua Komisi VII DPR, nama Sutan mulai santer disebut-sebut terkait.

Keterangan lebih jelas muncul dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan persidangan Rudi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta pada Selasa 7 Januari 2014. Sutan disebut menerima aliran dana tak kecil, 200 ribu dolar AS melalui koleganya anggota Komisi VII yang juga dari Fraksi Demokrat, Tri Yulianto, sebagai uang Tunjangan Hari Raya (THR).

Rangkaiannya, Rudi menerima uang dari pelatih golfnya, Deviardi, sebesar 300 ribu AS. Lalu Rudi memberikannya kepada Tri di Toko Buah All Fresh Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan.

Selain itu, kesaksian mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi di persidangan, 25 Februari 2014 menguatkan tuduhan keterlibatan Sutan. Dia mengaku sudah memberi uang senilai 190 ribu dollar AS untuk empat pimpinan komisi, 43 anggota, sekretariat, dan untuk perjalanan dinas Komisi VII.

Menurut Didi, bagian Sutan diserahkan kepada seorang staf bernama Iryanto Muchyi. Konon, sang staf juga mendatangani tanda terima upeti tersebut.

KPK bergerak. Mereka mendalami keterangan-keterangan tersebut. Hasilnya, penyidik mengelurakan surat pencekalan kepada Sutan ke luar negeri. Tak lama berselang, KPK menggeledah ruang kerja Sutan di Gedung DPR pada 15 dan 16 Januari 2014, dan kediamannya di Bogor, Jawa Barat pada hari yang sama.

KPK ternyata memiliki bukti keterlibatan Sutan. Mereka menyadap pembicaraannya dengan Rudi Ruandini. Dalam rekaman itu, Sutan terdengar aktif mengajak Rudi bertemu dengan perantara seseorang bernama Herman. Rekaman diperdengarkan di pengadilan pada 25 Februari 2014.

Dugaan semakin kuat setelah hakim pada sidang Rudi menyatakan Sutan menerima uang 200 dollar AS dari Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) itu. Rudi mendapatkan uang itu dari bos Kernel Oil Singapura, Widodo Ratanachaitong dengan total 300 ribu dollar AS.

Namun, hingga saat itu, Sutan bersikukuh membantah dengan segala argumentasinya. Tokoh kelahiran Pematang Siantar, 13 September 1957 itu seakan berusaha keras melepaskan diri dari belitan hukum. Salah satu bantahan disampaikan di persidangan pada 25 Februari 2014.

"Saya itu nggak tahu Pak Rudi. Yang saya ingat itu agar berkomunikasi baik dengan kawan-kawan (di Komisi VII). Kalau Demokrat kan jelas, partai pemerintah pasti akan kawal Bapak," kata Sutan Bhatoegana saat bersaksi untuk Rudi Rubiandini di persidangan.

Sutan juga membantah telah memerintahkan stafnya di DPR, Iriyanto, untuk mengambil uang THR dari SKK Migas maupun dari Kementerian ESDM. Sutan mengatakan, tidak pernah dilaporkan Iriyanto soal bingkisan uang dari Kementerian ESDM.

"Enggak ada," ujarnya.

Meski begitu, terkait sejumlah pemberitaan yang menyebut stafnya pernah datang ke Kementerian ESDM untuk mengambil THR Komisi VII DPR, Sutan mengaku sudah mengklarifikasi kabar tersebut ke Iriyanto.

"Saya tanya apa benar itu ada? Dia bilang pernah dia ke sana ke ESDM, dapat titipan untuk diserahkan kepada pimpinan Komisi VII. Diserahkan ke staf lagi. Diserahkan ke pimpinan. Setelah itu saya tidak tahu," kata Sutan.

Staf pimpinan Komisi VII lainnya diketahui bernama Iqbal. "Sesudah itu dia serahkan ke meja klien. Apa isinya saya tidak tahu," kata dia.

Sutan mengaku mengenal Iqbal sebagai orang yang kerap membantu di Komisi VII DPR. Iqbal, kata Sutan, merupakan orang yang dititipkan oleh Iriyanto.

"Kadang-kadang orang ikut bantu-bantu kita. Kadang ada, kadang tidak. Dia sering datang ke tempat saya," katanya.

Meski jaksa penuntut umum terus mencecar Sutan perihal THR itu, namun Sutan Bhatoegana lagi-lagi membantah meminta maupun menerima THR dari SKK Migas.

"Nggak ada," jawab Sutan. Lalu jaksa menimpali, pembicaraan lewat telepon? "Nggak ada," tegas Sutan lagi.  (viva/kabarpapua.net)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Usai Diperiksa Delapan Jam, Sutan Bhatoegana Ditahan KPK"

Post a Comment