Berawal dari kesadarannya bahwa tidak
semua anak berkebutuhan khusus (ABK) berasal dari kalangan mampu,
Muhammad Rizky Habibi menciptakan aplikasi yang bisa digunakan untuk
terapi. Aplikasi bernama Cakra itu telah memenangkan beragam kompetisi
nasional.
Usia Muhammad Rizky
Habibi 21 tahun. Awal Maret lalu, dia diwisuda menjadi sarjana teknik
informatika dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Tapi, jangan
sebut Habibi jobseeker. Habibi belum punya angan-angan mencari
pekerjaan. Dia ingin berfokus pada inovasinya menciptakan aplikasi
komputer untuk terapi ABK yang dinamakan Cakra. ’’Saya ingin usaha
sendiri dan terus mengembangkan Cakra ini,’’ papar laki-laki asal Gresik
tersebut.
Keinginan Habibi bukan tanpa alasan.
Cakra sudah mengantarkannya menjadi finalis, bahkan pemenang, berbagai
kompetisi inovasi. Mulai kompetisi program kreativitas mahasiswa (PKM)
sampai yang terbaru Wirausaha Muda Mandiri 2015 untuk kategori Mandiri
Young Technopreneur yang diselenggarakan Bank Mandiri di Jakarta awal
Maret lalu.
Penghargaan lain yang diterimanya adalah juara I kategori World Citizenship Indonesia yang diadakan Microsoft Corp, startup
kategori Health Application yang diadakan Telkom Indonesia, dan
pemenang kategori medical Electronic & Assistive Technology dalam
Lomba Cipta Elektronik Nasional 17 yang diselenggarakan ITS.
Cakra juga menjadi jawara kategori
inovasi perangkat lunak dan kategori rancangan perangkat lunak dalam
Pergelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi yang
diselenggarakan Dikti, pemenang kategori pengembangan aplikasi pada IT
Contest dalam rangkaian ITS Expo, serta Special Mention kategori
Tertiary Student Project dalam Indonesia ICT Award oleh Kemenkominfo.
Masih ada beberapa lagi prestasi yang
disabet Cakra. ’’Kalau saya ikutkan kompetisi, alhamdulilah selalu
kebagian piala,’’ papar alumnus SMAN 1 Gresik tersebut.
Namun, bila diingat, yang dicapai Habibi
sekarang penuh perjuangan. Habibi memang tidak langsung memanen
prestasi seperti sekarang. Semuanya dimulai tiga tahun lalu saat Habibi
masih kuliah semester III Jurusan Teknik Informatika ITS.
Anak ketiga di antara empat bersaudara
pasangan Abdul Wachid dan Dewi Aisyah tersebut menyadari bahwa sebagian
besar anak berkebutuhan khusus (ABK) berasal dari keluarga tidak mampu.
Orang tua ABK belum bisa menjangkau terapi berkelanjutan untuk anaknya
yang harganya memang mahal.
’’Kenapa tidak digabungkan saja antara
terapi dan teknologi biar orang tua bisa melakukan terapi sendiri di
rumah,’’ paparnya. Di sisi lain, Habibi belum menemukan aplikasi yang
berguna untuk kemajuan ABK. Hampir semua ABK yang bisa mengoperasikan
gadget hanya untuk main game.
Petualangan pun dimulai. Sebagai
mahasiswa teknik, Habibi tidak punya pengetahuan apa pun soal ABK.
Karena itu, dia harus menggandeng mitra kerja. Bisa psikolog atau
terapis. ’’Awalnya, saya tidak punya kenalan psikolog atau terapis,’’
tuturnya.
Yang dilakukan Habibi saat itu adalah jalan dari satu tempat ke tempat lain mencari mitra. Mulai tempat terapi ABK, autism centre, hingga klinik psikologi. Meyakinkan bahwa dirinya mampu adalah hal tersulit.
Saat itu, orang hanya melihat Habibi
sebagai mahasiswa semester III bau kencur yang kurang kerjaan karena
mengajak kerja sama dengan modal seadanya. ’’Jadi, ibaratnya kalau
dahulu diusir-usir, sekarang alhamdulilah dicari-cari,’’ ujarnya, lantas
tertawa.
Berkat kesungguhannya, Habibi
dipertemukan dengan drg Illy Yudiono, pemilik Cakra Autism Centre
Surabaya. ’’Bu Illy yang bersedia mengajari saya dari awal mengenai
terapi untuk ABK,’’ ujar Habibi.
Maka, Habibi menamakan aplikasi tersebut
Cakra. Habibi ingin memberikan penghargaan kepada Illy yang percaya
dengan kesungguhannya. Habibi mempelajari terapi-terapi untuk ABK
sekitar satu tahun selama 2012. Dia berusaha memikirkan cara mengamalkan
khasiat terapi ABK dalam sistem aplikasi komputer.
Pada perjalanan tersebut, Habibi dibantu
dua temannya, yaitu Nurul Wahidatul Ummah dan Mentari Queen Glossyta.
Konsep yang dipilih adalah terapi applied behavior analysis (ABA). Terapi ABA diterjemahkan Habibi dalam bentuk aplikasi.
Dia terus mengembangkannya supaya aplikasi tersebut accessible atau
mudah digunakan dan dimengerti orang tua ABK. ’’Selagi terus
menyempurnakannya sejak pertengahan 2012, saya mulai ikut berbagai
kompetisi. Ternyata, tanggapannya luar biasa,’’ papar Habibi.
Dari semua kompetisi yang diikutinya,
Habibi paling bangga dengan pencapaian sebagai juara I kategori World
Citizenship Indonesia yang diadakan Microsoft Corp. Setelah itu, Cakra
mewakili Indonesia menjadi semifinalis kategori World Citizenship
International dalam ImagineCup International. Di antara 100 semifinalis,
dipilih 10 finalis yang akan bertanding di Seattle, Amerika Serikat.
”Sayangnya, enggak masuk 10 besar,” katanya.
Yang penting, sekarang dia bersama
timnya berfokus untuk mengembangkan Cakra. Awalnya, Cakra hanya berisi
20 macam terapi dengan empat jenis laporan mengenai diagnosis kondisi
penderita. Namun, dalam perkembangannya, saat ini jumlah terapi yang
terpasang 137 jenis.
Dalam aplikasi itu, juga terdapat dua jenis alat yang digunakan. Pertama adalah proton. Alat tersebut berfungsi untuk terapi okupasi dan reseptif. Alat yang kedua adalah kinect yang berfungsi untuk terapi motorik penderita.
Selain itu, Habibi membenamkan tiga
fitur utama berupa evaluasi, terapi, dan laporan. Anak yang bisa
mengakses terapi tersebut adalah penderita autis, ADHD, ADD, down syndrome, keterbelakangan mental, asperger, dan slow learner. Sekarang Cakra mulai dikomersialkan. ’’Tapi, saya tetap menyediakan aplikasi yang bisa di-download gratis,’’ ujarnya.
Habibi telah membuat laman cakra-app.com
yang bisa diakses para orang tua ABK. Dalam laman tersebut, ada
beberapa versi. Tidak semuanya bebas diakses. Versi pertama adalah bronze. Aplikasi tersebut dapat diunduh secara gratis di laman resmi Cakra.
Versi kedua adalah silver. Dalam versi tersebut, pengguna dapat mengakses Cakra lengkap dengan proton dan kinect. Selain itu, pengguna mendapatkan 50 jenis terapi. Terakhir adalah gold. Versi tersebut menawarkan 137 jenis terapi lengkap dengan proton dan kinect. ’’Versi silver dan gold sekarang sudah dikomersialkan. Harus bayar, tapi tidak mahal kok,’’ paparnya.
0 Response to "Muhammad Rizky Habibi Pembuat Aplikasi Anak Berkebutuhan Khusus, Menangkan Beragam Kompetisi Nasional"
Post a Comment