Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, heran dengan pihak-pihak yang
menganggap bahwa penangkapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Novel Baswedan, dilakukan dengan cara yang arogan dan kasar.
"Penyesatan yang mengatakan penangkapan Novel arogan, kasar dan lain-lain (dikriminalisasi)," ujarnya saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Minggu (3/5/2015).
Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu percaya bahwa perangkat yang ada di Indonesia sudah menjaga agar marwah hukum di Indonesia tidak disalahgunakan.
"Bahkan setelah keputusan MK tentang praperadilan, rasanya tidak mungkin lagi orang dengan mudah merekayasa kasus," tegas Fahri.
Untuk itulah, Fahri meminta kepada semua pihak untuk menjadikan hukum sebagai komponen yang bisa dipercaya masyarakat. "Jadi sebaiknya setiap ada masalah maka sebaiknya kita ambil jalan hukum sebagai panglima. Itu yang akan membuat kepercayaan masyarakat pada hukum pulih," simpulnya.
Novel Baswedan ditangkap penyidik Bareskrim Mabes Polri, pada Jumat dini hari, 1 Mei 2015. Melalui surat perintah penangkapan Nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum yang diteken Direktur Tindak Pidana Umum dengan penyidik Brigadir Jenderal Herry Prastowo, Novel akhirnya digiring ke Bareskrim. Surat itu muncul, lantaran Novel diduga melakukan tindak pidana penganiayaan, yang mengakibatkan luka berat atau meninggal dunia.
Surat itu memerintahkan Novel, untuk segera diperiksa karena diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP. (okezone/kabarpapua.net)
"Penyesatan yang mengatakan penangkapan Novel arogan, kasar dan lain-lain (dikriminalisasi)," ujarnya saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Minggu (3/5/2015).
Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu percaya bahwa perangkat yang ada di Indonesia sudah menjaga agar marwah hukum di Indonesia tidak disalahgunakan.
"Bahkan setelah keputusan MK tentang praperadilan, rasanya tidak mungkin lagi orang dengan mudah merekayasa kasus," tegas Fahri.
Untuk itulah, Fahri meminta kepada semua pihak untuk menjadikan hukum sebagai komponen yang bisa dipercaya masyarakat. "Jadi sebaiknya setiap ada masalah maka sebaiknya kita ambil jalan hukum sebagai panglima. Itu yang akan membuat kepercayaan masyarakat pada hukum pulih," simpulnya.
Novel Baswedan ditangkap penyidik Bareskrim Mabes Polri, pada Jumat dini hari, 1 Mei 2015. Melalui surat perintah penangkapan Nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum yang diteken Direktur Tindak Pidana Umum dengan penyidik Brigadir Jenderal Herry Prastowo, Novel akhirnya digiring ke Bareskrim. Surat itu muncul, lantaran Novel diduga melakukan tindak pidana penganiayaan, yang mengakibatkan luka berat atau meninggal dunia.
Surat itu memerintahkan Novel, untuk segera diperiksa karena diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP. (okezone/kabarpapua.net)
0 Response to "Penyebaran Opini Kriminalisasi terhadap Novel adalah Penyesatan"
Post a Comment