Tragedi Trigana Air. "Kenapa Bapak Enggak Pulang-Pulang"

Petugas Membawa Keluar peti jenazah terakhir bernomor 50 dari dalam Pesawat ATR milik Trigana Air yang membawa 25 jenazah dari Oksibil, Pegunungan Bintang. Foto: Marcelinus Kelen/MI 
Minggu, 16 Agustus menjelang sore, pesawat Trigana PK-YRN dengan nomor penerbangan IL-267 hilang kontak di sekitar wilayah Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.
Pesawat itu hilang saat hendak menempuh rute perintis Jayapura menuju Oksibil.

Pesawat tersebut lepas landas dari Bandara Sentani pukul 14.22 WIT, dengan estimasi tiba di Bandara Oksibil pada pukul 15.04 WIT. Pukul 14.55 kru pesawat mengontak menara Bandara Oksibil, ternyata kontak tersebut merupakan kontak terakhir, setelah pada pukul 15.00 tidak ada jawaban dari pesawat tersebut.

Penumpang dalam pesawat tersebut berjumlah 49 orang ditambah dengan lima kru pesawat. Dan akhirnya diketahui pesawat nahas itu jatuh setelah menabrak Gunung Tangok, yang terletak di Kampung Oksob, Distrik Okbape, Kabupaten Pegunungan Bintang.

Semua awak dan penumpang pesawat dinyatakan meninggal dunia. Uang tunai senilai Rp6,5 miliar lebih yang dibawa empat orang penumpang yang merupakan pegawai PT Pos Indonesia Regional XI/Papua, juga ikut terbakar, dalam ledakan pesawat itu.

Salah seorang penumpang pesawat tersebut bernama Yustinus Huruelan, pegawai PT Pos Indonesia (Posindo) Regional XI/Papua.

Yustinus bersama tiga orang rekannya sesama pegawai Posindo yakni Agustinus Wanmase, Teguh Warisman Sane (manajer pelayanan), dan Mateos Nikolas Aragae (manager mutu), menumpangi pesawat nahas itu.

Keempat orang itu masing-masing membawa tas berisi uang tunai, yang totalnya mencapai Rp6,5 miliar lebih. Seperti biasa tas tersebut dipangku saat duduk di kursi dalam kabin pesawat.

Tunggu Telepon Ayah

Kini, Yustinus telah pergi meninggalkan istri dan anak-anaknya untuk selamanya, namun anaknya seakan tidak percaya pada kenyataan yang ada.

Aneke Rawar, istri dari Yustinus Huruelan mengungkapkan hingga kini salah satu anaknya masih menunggu telepon dari sang ayah yang dipastikan telah tewas dalam kecelakaan pesawat tersebut.

"Anak-anak sampai saat ini masih belum terima kenyataan. Yang kecil sampai sekarang masih tanya kenapa bapak belum telepon-telepon, katanya hari Rabu 19 Agustus baru datang, tapi kenapa bapak sampai sekarang belum datang," ujar Aneka menirukan uacapan anak bungsunya, disertai deraian air mata.

Aneke yang juga menjabat sebaga Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua mengaku kini ia sedang berulang tahun yang ke-48, dan ia menginginkan agar tim evakuasi dan identifikasi bisa segera menemukan jasad suaminya.

"Hari ini saya pas berulang tahun, namun Tuhan memberikan sebuah kado yang terindah. Saya berharap tim SAR dan tim yang telah berupaya menemukan seluruh jasad supaya mungkin hari ini saya bisa ketemu dengan suami saya  walau sudah tidak bernyawa," katanya.

Sambil menangis, Aneke tetap berusaha kuat meski diakui kejadian ini masih  sulit diterimanya karena terjadi secara tiba-tiba.

"Dengan kejadian ini yang sudah diatur oleh Tuhan. Saya yang juga kini sebagai seorang bapak. Saya akan tetap kuat walaupun saat ini saya lemah. Saya sekarang juga bertindak sebagai seorang ayah, saya masih membutuhkan
suami saya untuk mendampingi anak-anak, kami masih punya tanggung jawab yang besar. Namun saya percaya ini adalah rencana Tuhan yang terindah dalam hidup saya, namun sampai sekarang saya belum menemukan suami saya," kata Aneke.

Sejumlah cerita memilukan mencuat pascaditemukannya pesawat Trigana Air yang jatuh bersama lima kru dan 49 orang penumpang itu. Salah seorang penumpang merupakan anak sekolah dasar yang ikut dalam pesawat naas itu bersama sang ayah.

Anak itu sempat menolak keras ketika diajak ayahnya berangkat dengan  pesawat Trigana itu, semenjak dari rumah mereka di Sentani, Kabupaten Jayapura, papua.

Meskipun terus menangis sebagai tanda penolakan, anak itu tetap dipaksa ayah dan ibunya untuk tetap berangkat. Bahkan, anak itu sempat meloncat dari sadel sepeda motor ojek yang ditumpanginya bersama ayahnya hendak menunju Bandara Sentani, Jayapura.

Berbagai upaya dilakukan ayahnya hingga anak itu ikut dalam penerbangan Trigana Air, hingga jatuh dan ayah-anak itu tewas. Kesulitan Identifikasi Jenazah Tim DVI Polri cukup kesulitan mengidentifikasi mayoritas korban jatuhnya pesawat Trigana Air itu, karena kondisi jenazah tidak utuh lagi.

"Tim memang kesulitan mengidentifikasi jenazah yang diperiksa karena kondisi korban yang tidak utuh lagi," kata Kapus Dokkes Polri Brigjen Polisi Arthur Tampi. Karena kesulitan itulah maka petugas kemudian mengumpulkan DNA agar dapat mencocokkan dengan data-data korban.

"Pemeriksaan DNA dilakukan di Jakarta, karena peralatan yang ada di Jayapura belum memadai," kata Brigjen Pol Tampi.

Menurut perwira tinggi Polri ini, walaupun sulit tim DVI masih terus melakukan identifikasi terhadap 42 jenazah dari 54 jenazah yang sudah berada di RS Bhayangkara Jayapura.

Hingga kini baru 12 korban yang berhasil diidentifikasi, dan sudah diserahkan ke keluarganya. Identifikasi secara cermat sangat dibutuhkan mengingat terdapat sembilan orang dari total 49 orang penumpang yang tidak tercantum dalam manifes penerbangan itu, atau mereka menggunakan tiket orang lain.

Brigjen Pol Arthur Tampi mengungkapkan, selama tiga hari proses identifikasi jenazah korban jatuhnya pesawat Trigana Air, baru 26 kantung jenazah yang diperiksa.

"Ini hari ketiga kita melaksanakan laporan dari proses identifikasi mulai 19 Agustus sampai dengan 21 Agustus. Kita bekerja tadi malam sampai jam 12 malam, sampai tadi malam kita sudah memeriksa 26 kantung jenazah," ujarnya
pada Sabtu 22 Agustus.

Arthur mengungkapkan, dari 26 jenazah yang telah diperiksa, Tim DVI telah berhasil mengidentifikasi 12 jenazah yang seluruhnya sudah diserahkan kepada pihak keluarga.

"Rinciannya 19 Agustus 4 kantong jenazah yang sudah kita bisa identifikasi dan sudah kita rinci. 20 Agustus 9 kantung jenazah dan kemudian tiga sudah teridentifikasi. Kemudian 21 Agustus kita memeriksa 13 kantung jenazah,
yang kita identifikasi ada lima jenazah," ucapnya.

Ke-12 jenazah korban Trigana yang telah diidentifikasi yakni Teguh Warisman Saleh, Emilia Gobai, Milka Kakiarmabin, Oscar Mangontoh, Hasanuddin, Martinus Aragai, Terianus Salawala, Boni Wori-Wori, Wendepan Bamulki, Asirun, Dita Amelia Kurniawan, dan Agustinus Luwanmase.

Tentunya, dibutuhkan bantuan keluarga korban untuk membantu kelancaran identifikasi korban Trigana Air yang sebagian besar belum terindentifikasi itu.

"Tim DVI terus berjuang untuk mengidentifikasi jenazah yang ada, tapi hasilnya memang tidak bisa maksimal karena setelah dibuka kantong-kantong itu, sebagian besar sulit diidentifikasi," kata Kapolda Papua Brigjen Pol Paulus Waterpauw. (Metrotv)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tragedi Trigana Air. "Kenapa Bapak Enggak Pulang-Pulang""

Post a Comment