“Menjalankan shalat Idul Adha adalah bagian dari hak untuk menjalankan agama,” kata Habib Aboe Bakar Al Habsyi, Ahad (6/9).
Anggota komisi yang membidangi Hukum, HAM dan Keamanan itu menjelaskan bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Hal itu telah diatur dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
“Hak beragama seperti ini tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,” ujarnya.
Habib Aboe Bakar menambahkan bahwa meskipun dalam keadaan perang, sengketa bersenjata, ataupun dalam keadaan darurat hak beragama tidak dapat dikurangi. Ketentuan tersebut sebagaimana termuat dalam Penjelasan Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dia menegaskan bahwa hal tersebut juga berlaku bagi masyarakat Muslim Tolikara. Mereka memiliki hak untuk menjalankan ibadah dalam kondisi apapun, termasuk untuk menjalankan shalat Idul Adha.
“Oleh karenanya tidak benar bila mereka diberikan persyaratan dalam menjalankan ibadah,” kata Habib Aboe Bakar.
“Itu namanya pelanggaran HAM dan pelanggaran terhadap konstitusi,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan, Gereja Injili di Indonesia (GIdI) memberikan tiga persyaratan agar apabila umat Islam Tolikara ingin dapat menjalankan shalat Idul Adha.
Mereka meminta agar dua tersangka pelaku penyerangan shalat Idul Fitri yang ditahan Polda Papua dibebaskan dan mendesak agar proses hukum terhadap kasus Tolikara dihentikan untuk diselesaikan menurut hukum adat.
Selain itu gereja paling berpengaruh di Tolikara itu juga meminta agar nama baikknya dibersihkan. Pasalnya, seusai tragedi penyerangan saat shalat Idul Fitri lalu mereka mengaku nama GIdI menjadi sedikit tercoreng. (Kiblat)
0 Response to "GIDI Ajukan Syarat Jika Muslim Rayakan Idul Adha, Komisi III DPR: Itu Pelanggaran HAM!"
Post a Comment