Kebalikan dari berbagai kedai kopi ala luar negeri, ia justru ingin mengangkat kelezatan kopi dari penjuru negeri.
Mimpi dan cinta ternyata mampu mendatangkan kesuksesan ke atas pangkuan. Namun, dua ‘modal’ itu saja tak pernah cukup. Perlu bekal yang jauh lebih besar daripada itu. Begitulah yang dialami Rakhma Sinseria (32), pemilik Coffee Toffee. Cintanya pada kopi Indonesia dan mimpinya menyuguhkan kopi terbaik dari negeri sendiri, mengalahkan sakit luar biasa yang ia rasakan ketika bisnisnya jatuh.
Jatuh Sebelum Berdiri
Adagium bahwa di dunia bisnis tak ada
yang pasti, sudah dibuktikan sendiri oleh Pemenang I Lomba Wanita
Wirausaha Femina 2010 ini. Hanya dalam waktu satu tahun setelah pertama
membuka Coffee Toffee, 10 gerai cabang pun berdiri tegak. Tak
mengherankan, rasa percaya diri Ria, demikian panggilannya, pun makin
kuat. Namun, rasa itu tak bertahan lama. Karena, kurang dari setahun
kemudian, semua gerai itu terpaksa ditutup. “Bisa dibilang, saya hampir
bangkrut karena salah perhitungan dan terlalu percaya diri. Saya sampai
tidak bisa membayar karyawan selama 3 bulan,” tutur Ria, yang sempat
berpikir untuk menutup bisnisnya.
Kesalahan pertama, diakuinya, terletak
pada konsep yang kurang matang. Padahal, ia sangat percaya bisnis ini
pasti berhasil. Belakangan, disadarinya bahwa ia kurang tajam membidik
calon konsumen yang mana. Apalagi, karakter gerainya sendiri juga belum
jelas, apakah gerai take away, atau gerai yang dilengkapi tempat duduk.
“Ibarat ABG, waktu itu kami seperti sedang mencari jati diri,” ungkap
Ria, yang gerainya kini diramaikan oleh pelajar dan mahasiswa.
Pengetahuannya tentang akuntansi juga
belum mencukupi, sehingga ia tak bisa meneliti dengan benar, apakah
bisnisnya sehat atau tidak. “Ini saat-saat yang cukup menguras energi
dan emosi. Tapi, saya berusaha tetap tenang dan berpikir positif, karena
yakin bahwa kejatuhan ini adalah proses menuju kesuksesan. Saya
menikmati setiap prosesnya,” kata Ria, yang kemudian melengkapi usahanya
dengan orang yang ahli di bidangnya, misalnya di divisi marketing
communications dan keuangan.
Ria meyakini, tak ada yang salah dengan
kopi Indonesia. Itulah yang membuatnya bertahan. Karena tak punya
rencana cadangan, perlu waktu cukup lama bagi Ria untuk bisa merangkak
lagi. Ia mengevaluasi segala kesalahan dan segera memperbaikinya.
Konsep, menu, harga, dan warna diubahnya. Semua masukan ia terima.
Misalnya, tentang desain logo pada gelas yang awalnya kurang bagus,
kemudian ia percantik. Ria juga menambahkan makanan pada menu.
Bagi Ria, ilmu matematika yang
menyatakan bahwa setengah ditambah setengah sama dengan satu, tidak
berlaku dalam kehidupan berwirausaha. Setengah waktu yang ia habiskan
untuk mengurus bisnis, ditambah setengah waktu untuk bekerja di
perusahaan orang, tidak sama dengan target yang ingin ia capai. “Yang
terjadi saat itu: keduanya tidak memenuhi target, sehingga saya harus
segera memutuskan untuk menjalani yang mana,” kata Ria, yang akhirnya
memilih keluar dari perusahaan dan mencurahkan seluruh waktunya untuk
Coffee Toffee.
Sumber : wanitawirausaha.femina.co.id
0 Response to "Kisah Sukses Rakhma Sinseria Pemilik Coffee Toffee"
Post a Comment