Beberapa Catatan Buruk Penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 di Papua (Bag. 2)

Penggelembungan Suara

Keberatan terkait dengan penggelembungan suara dialami oleh PKS di Distrik Abepura. Menurut Basri, seorang saksi PKS, rekapitulasi suara dari formulir C1 yang dimilikinya di Distrik Abepura (dapil Kota Jayapura 2) menunjukkan suara PKS berada di urutan ke 8 dari 12 kursi yang tersedia. Namun setelah pleno di tingkat distrik, suara PKS merosot ke posisi ke-13 dan tidak mendapatkan kursi.
Saksi dari PKS ini menyatakan bahwa suara partainya memang tetap, tetapi ia mendapatkan bahwa suara dari caleg dan parpol lain menggelembung. Bahkan, ada yang penggelembungannya mencapai 2.000 suara. Saat ini, dengan berbekal dokumen C1 yang dimiliki, saksi-saksi PKS ini sedang berjuang mengembalikan posisi raihan suara.

Petugas Penyelenggara Pemilu Terlibat
Pelanggaran pemilu ternyata tidak hanya melibatkan parpol dan caleg, namun sudah menyusup hingga ke petugas penyelenggara pemilu. Sebut saja contohnya, KPU Asmat yang ternyata tidak mengikuti peraturan dalam perekapan hasil pemilu. Para saksi dari sejumlah parpol mempertanyakan tidak adanya transparansi saat pelaksanaan pleno. Diduga kuat pleno pleno KPU Asmat tidak dilakukan di daerahnya.
“Entah di mana dilakukan pleno dan tiba-tiba sudah diserahkan hasilnya kepada KPU Papua,” ujar seorang saksi parpol.
Akibatnya, dalam dokumen rekapitulasi di tingkat KPU Asmat tidak ada tanda tangan dari para saksi.
Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah hilangnya hasil rekapitulasi suara di 6 distrik Kabupaten Sarmi. Hal ini diketahui setelah tiga komisioner KPU Sarmi melaporkan kejadian tersebut kepada Polres Sarmi. Kotak suara berisi dokumen-dokumen tersebut tidak ada di kantor KPU, sementara pleno belum diselenggarakan. Usut punya usut akhirnya tercium juga bahwa dokumen-dokumen tersebut sedang dilarikan oleh Ketua KPU Sarmi, Pdt Yosep Twety, S.Th. Benar saja, ketika dilakukan pengejaran dan penangkapan ketua KPU Sarmi, kotak yang dimaksud ada di mobil yang hendak dibawanya entah menuju ke mana. Saat itu posisi ketua KPU Sarmi tengah berada di perjalanan di Bonggo.
Catatan buruk lainnya terjadi di Kabupaten Yahukimo. Bupati Kabupaten Yahukimo mengaku siap melaporkan KPU Yahokimo ke pihak berwajib. Menurut bupati, KPU Yahokimo berada dibalik semua carut-marut pemilu di kabupatennya. Bupati menuding, KPU mengubah perolehan kursi. Menurutnya ada parpol yang tadinya diketahui tidak mendapatkan kursi tiba-tiba setelah pleno KPU parpol tersebut meraih kursi. Pihaknya menduga kuat bahwa KPU-lah yang telah mengacak-acak hasil pemilu itu. Hal ini mengakibatkan konflik di masyarakat. Sekelompok masyarakat yang memperjuangkan perolehan suaranya justru diserang oleh kelompok lain yang mendukung keputusan KPU. Tentu kejadian ini sangat tidak diinginkan.

Kemunduran Tahapan Pemilu
Seharusnya KPU Papua sudah melaporkan hasilnya kepada bawaslu dan KPU pusat pada 24 April. Namun karena hingga hari ini masih melakukan pleno hasil dari tiap kabupaten kota, maka KPU Provinsi pun meminta pengunduran proses penyampaian hasil ke Bawaslu dan KPU Pusat. KPU Pusat pun memberikan tenggat waktu pada 3 hingga 6 Mei ini, agar KPU Papua bisa menyampaikan hasilnya dalam pleno di KPU Pusat. Akankah jadwal ini terpenuhi? Mari kita tunggu bersama.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Beberapa Catatan Buruk Penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 di Papua (Bag. 2)"

Post a Comment