Penggelembungan Suara
Keberatan terkait dengan penggelembungan suara dialami oleh
PKS di Distrik Abepura. Menurut Basri, seorang saksi PKS, rekapitulasi suara
dari formulir C1 yang dimilikinya di Distrik Abepura (dapil Kota Jayapura 2)
menunjukkan suara PKS berada di urutan ke 8 dari 12 kursi yang tersedia. Namun
setelah pleno di tingkat distrik, suara PKS merosot ke posisi ke-13 dan tidak
mendapatkan kursi.
Saksi dari PKS ini menyatakan bahwa suara partainya
memang tetap, tetapi ia mendapatkan bahwa suara dari caleg dan parpol lain
menggelembung. Bahkan, ada yang penggelembungannya mencapai 2.000 suara. Saat
ini, dengan berbekal dokumen C1 yang dimiliki, saksi-saksi PKS ini sedang
berjuang mengembalikan posisi raihan suara.
Petugas Penyelenggara Pemilu Terlibat
Pelanggaran pemilu ternyata tidak hanya melibatkan parpol
dan caleg, namun sudah menyusup hingga ke petugas penyelenggara pemilu. Sebut
saja contohnya, KPU Asmat yang ternyata tidak mengikuti peraturan dalam
perekapan hasil pemilu. Para saksi dari sejumlah parpol mempertanyakan tidak
adanya transparansi saat pelaksanaan pleno. Diduga kuat pleno pleno KPU Asmat
tidak dilakukan di daerahnya.
“Entah di mana dilakukan pleno dan tiba-tiba sudah
diserahkan hasilnya kepada KPU Papua,” ujar seorang saksi parpol.
Akibatnya, dalam dokumen rekapitulasi di tingkat KPU
Asmat tidak ada tanda tangan dari para saksi.
Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah hilangnya hasil
rekapitulasi suara di 6 distrik Kabupaten Sarmi. Hal ini diketahui setelah tiga
komisioner KPU Sarmi melaporkan kejadian tersebut kepada Polres Sarmi. Kotak
suara berisi dokumen-dokumen tersebut tidak ada di kantor KPU, sementara pleno
belum diselenggarakan. Usut punya usut akhirnya tercium juga bahwa dokumen-dokumen
tersebut sedang dilarikan oleh Ketua KPU Sarmi, Pdt Yosep Twety, S.Th. Benar saja,
ketika dilakukan pengejaran dan penangkapan ketua KPU Sarmi, kotak yang
dimaksud ada di mobil yang hendak dibawanya entah menuju ke mana. Saat itu
posisi ketua KPU Sarmi tengah berada di perjalanan di Bonggo.
Catatan buruk lainnya terjadi di Kabupaten Yahukimo. Bupati
Kabupaten Yahukimo mengaku siap melaporkan KPU Yahokimo ke pihak berwajib. Menurut
bupati, KPU Yahokimo berada dibalik semua carut-marut pemilu di kabupatennya.
Bupati menuding, KPU mengubah perolehan kursi. Menurutnya ada parpol yang tadinya
diketahui tidak mendapatkan kursi tiba-tiba setelah pleno KPU parpol tersebut
meraih kursi. Pihaknya menduga kuat bahwa KPU-lah yang telah mengacak-acak
hasil pemilu itu. Hal ini mengakibatkan konflik di masyarakat. Sekelompok
masyarakat yang memperjuangkan perolehan suaranya justru diserang oleh kelompok
lain yang mendukung keputusan KPU. Tentu kejadian ini sangat tidak diinginkan.
Kemunduran Tahapan
Pemilu
Seharusnya KPU Papua sudah melaporkan hasilnya kepada
bawaslu dan KPU pusat pada 24 April. Namun karena hingga hari ini masih
melakukan pleno hasil dari tiap kabupaten kota, maka KPU Provinsi pun meminta
pengunduran proses penyampaian hasil ke Bawaslu dan KPU Pusat. KPU Pusat pun
memberikan tenggat waktu pada 3 hingga 6 Mei ini, agar KPU Papua bisa
menyampaikan hasilnya dalam pleno di KPU Pusat. Akankah jadwal ini terpenuhi?
Mari kita tunggu bersama.
0 Response to "Beberapa Catatan Buruk Penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 di Papua (Bag. 2)"
Post a Comment