![]() |
Gambar: muslimmirror.com |
Menjelang Ramadhan ini, sebuah
berita menggembirakan muncul dari Kopenhagen Denmark. Perjuangan mereka selama
60 tahun untuk memiliki sebuah rumah ibadah pun menuai hasil.
Sebuah menara ramping, dengan
bintang dan bulan sabit di puncaknya, berdiri megah di salah satu sudut
Kopenhagen -- itu kota Denmark. Itulah menara masjid pertama di Denmark.
Masjid diresmikan dua pekan lalu.
Dewan Islam Denmark (DIR) mengundang keluarga kerajaan dan politisi Denmark,
tapi tak satu pun hadir. Sesuatu yang bisa dipahami. Mereka menjaga jarak dari
isu Islam, karena takut menimbulkan kemarahan rakyat dan konstituen.
Liputan media mengenai pembukaan
terfokus pada luka lama, yaitu tentang pemuatan kartun Rasulullah Muhammad SAW
di surat kabar Jyllands-Posten tahun 2005, serta komentar Mohamed al-Maimouni
-- juru bicara DIR -- soal homoseksualitas.
Kepada Aljazeera, Al-Maimouni
mengatakan; "Polisi dan media sangat mengecewakan. Politisi memilih
menjauh. Media sama sekali tak mengabarkan kehadiran tempat ibadah kami."
Namun, masih menurut Al Maimouni,
Muslim Denmark tidak perlu berkecil hati. Kehadiran masjid, setelah melewati
perjuangan panjang, menjadikan Muslim adalah bagian masyarakat Denmark
seutuhnya.
Pembangunan masjid sepenuhnya
didanai Hamad bin Khalifa al Thani, mantan emir Qatar yang oleh para kritikus
disebut sangat ideologis dan memiliki hubunan dengan Ikhwanul Muslimin. Al
Mainouni mengatakan pembangunan menghabiskan biaya 27,4 juta dolar AS.
Arsitektur masjid dipenuhi elemen
umum tradisional Skandinavia, yang dipadu arsitektur Islam dan warisan Moor
Eropa di bagian dalam. Pilihan gaya arsitektur ini merupakan hasil perdebatan
panjang di kalangan Muslim Denmark.
"Kami selalu mengatakan yang
kami inginkan adalah sebuah masjid Denmark. Bukan masjid Mesir, Qatar, Turki,
atau Maroko," ujar Al Maimouni. "Kami juga memenuhi masjid dengan
semua perabot bergaya Denmark."
Muslim Denmark telah ada sejak
1960. Mereka adalah anak-anak migran, beranak-pinak, dan membentuk komunitas
dengan populasi 260 ribu. Selama setengah abad terkahir mereka berjuang
memiliki tempat ibadah dan pusat kebudayaan Islam, agar mereka tidak
termarjinalisasi.
Itu tidak mudah. Denmark, diakui
atau tidak, adalah negara agama. Seperti negara Skandinavia lainnya, Denmark
adalah negara Calvinis.
Kendati menerima gagasan
pemisahan negara dan agama, Denmark tak bisa melepaskan statusnya sebagai
negara agama. Politisi konservatif memelihara gagasan ini, dan berusaha
mendominasi parlemen.
Stop Islamisasi Denmark (SIAD)
adalah kelompok yang menolak kehadiran masjid. SIAD mengancam menggelar aksi
protes saat peresmian masjid, tapo polisi melarang.
Anders Gravers Pedersen, pemimpin
SIAD, membandingkan perjuangan melawan Islam tidak berbeda seperti Denmark
melawan Nazi Jerman pada Perang Dunia II. Retorika Pedersen didukung Lars
Rasmussen Aslan, politisi Partai Sosial Demokrat, tapi dengan alasan berbeda.
"Kekhawatiran kami adalah
DIR memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin," ujar Rasmussen Aslan.
"Qatar adalah pendukung dan penyandang dana gerakan Ikhwanul Muslimin.
Masjid ini dibangun dengan dana dari Qatar."
Saat peresmian, sejumlah pemuda
menyaksikan dari seberang jalan. Beberapa dari mereka sekadar melihat
mobil-mobil mewah berseliweran, lainnya mengikuti jalannya peresmian. Masjid
itu terletak di kawasan Norebro yang padat oleh penduduk Muslim.
Brian Arly Jacobsen, peneliti
yang mengkhususkan diri dalam bidang Islam di Universitas Denmark, hadir pada
acara itu. Menurutnya, berdasarkan survei terkahir, terjadi pergeseran suasana
hadi masyarakat Denmark akan Islam dan Muslim.
"Padahal, di tahun 1990-an
hampir semua orang Kopenhagen menentang pembangunan masjid," ujarnya.
Kini, masih menurut Jacobseb,
Muslim telah memiliki masjid. Satu hal yang belum dimiliki, yaitu pemakaman
khusus Muslim. "Ini akan menjadi perdebatan yang memakan waktu lama,"
katanya.
(TeguhSetiawan /inilah/kabarpapuanet)
0 Response to "Setelah 60 Tahun, Muslim Denmark Kini Punya Masjid"
Post a Comment