Oleh: Kholili Hasib
Pemerintah daerah dan masyarakat yang bersangkutan prihatin,
kemaksiatan dan kriminalitas sudah demikian hebatnya merusak anak-anak
muda. Para pemimpin daerah berharap, dengan adanya peraturan ini,
daerahnya menjadi aman dan bebas dari segala bentuk kejahatan. Kaum
Muslimin selalu mengedepankan nilai-nilai keadaban, akhlakul karimah dan
keagamaan.
Justru, misi Perda syariah selaras dengan Pancasila. Memang, nilai
dan ajaran Islam ada yang diserap ke dalam Pancasila, hal ini wajar
sebab mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim.
Menciptakan masyarakat yang bermoral, berakhlak, tentram, bebas dari
kejahatan dan kemunkaran adalah termasuk dari ajaran Pancasila. Perda
ini dibuat juga dalam rangka membentuk manusia Indonesia yang religius,
sadar dan bertanggungjawab terhadap agamanya. Dengan kondisi yang
demikian, maka akan tercipta masyarakat yang aman dan tentram seperti
yang telah dicita-citakan.
Perda syariah terbukti telah membawa angin kedamaian. Tidak ada warga
non-Muslim yang disakiti. Malah, terbitnya perda mampu menyinari
kehidupan masyarakat.
Apakah hasil positif dan terbukti membawa masyarakat ke dalam kehidupan yang tertib, aman dan beradab ini harus dicabut?
Bukan tindakan arif bijaksana bila perda ini dicabut. Perda ini
seharusnya ditaati karena toh ini murni keinginan pemimpin daerah dan
warga masyarakat.
Justru jika perda syariah dicabut, akan melanggar proses demokratisasi dan hak untuk menjalankan aturan agama.
Padahal, setiap warga negara mempunyai hak untuk menjalankan ajaran
agama masing-masing. Sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2:
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaat itu”.
Sikap-sikap mencurigai umat Islam bisa menciptakan suasana tidak
kondusif. Bahkan, seperti pernah dimuat beberapa media, salah satu
timses menginstruksikan untuk mengawasi khutbah-khutbah di Masjid.
Ide-ide seperti tersebut sama saja berdiri menantang ulama nusantara.
Keempat, menuju Islam moderat yang tunduk Barat?
Hari Sabtu, (01/08/2014), kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK)
meyakini akan menekan penyebaran paham radikal di Tanah Air. Duet
pemimpin nasional itu katanya akan mengusung konsep revolusi mental yang
menjadi pondasi utama pembentukan mental warga negara melalui
pendidikan.
“Revolusi mental yang menjadi konsepsi Pak Jokowi akan menjadi jalan
meredam paham radikal yang masuk ke Indonesia,” kata juru bicara
pasangan Jokowi-JK, Abdul Kadir Karding saat dihubungi wartawan, Sabtu
(01/08/2014) (JPNN.com, Sabtu, 02 Agustus 2014 , “Revolusi Mental Ala Jokowi-JK Mampu Tekan Radikalisasi”).
Seperti diketahui, Indonesia kerap menjadi target radikalisasi dari
negara-negara asing. Menurut Karding, mayoritas warga yang menjadi
korban paham radikal berasal dari keluarga dengan kesejahteraan rendah
dan paham keagamaan yang lemah.
Oleh karenanya, sambung Karding, pemerintahan Jokowi-JK akan
membangun sistem pendidikan yang memprioritaskan pembentukan karakter.
Sistem pendidikan yang tidak hanya menjadi jalan penyaluran ilmu
pengetahuan duniawi tapi juga penanaman nilai-nilai keagamaan,
kebangsaan, dan budi pekerti.
“Revolusi mental itu pendidikan yang dikembangkan dengan memuat nilai
keagamaan moderat, inklusif, dan toleran,” papar Ketua DPP PKB ini.
Pasca serangan 11 September di WTC, pemerintah Amerika Serikat (AS)
mencanangkan program “deradikalisasi“ yang itu juga diduplikasi di
Indonesia baik oleh pemerintah atau alat-alat negara seperti BNPT.
Program deradikalisasi ini awalnya muncul dari roadmap RAND Corporation, LSM dari Amerika Serikat yang pembiayaannya kebanyakan konglomerat Yahudi. Salah satu program terpopulernya adalah war on terrorism (perang melawan teroris).
Hal ini pernah ditulis oleh Angel Rabasa, Cheryl Benard, Lowell H.Schwartz, dan Peter Sickle dengan dalam monografi terbitan RAND Corporation (2007) berjudul “Building Moderate Muslims Networks“.
“Penafsiran radikal dan dogmatis Islam telah mendapatkan tempat dalam
beberapa tahun terakhir di kalangan ummat Islam melalui jaringan Islam
dunia dan Diaspora Muslim masyarakat Amerika Utara dan Eropa. Meskipun
mayoritas di seluruh dunia Muslim, kaum moderat belum mengembangkan
jaringan yang sama untuk memperkuat pesan mereka dan untuk memberikan
perlindungan dari kekerasan dan intimidasi. Dengan pengalaman yang
cukup, membina jaringan orang-orang berkomitmen untuk ide-ide bebas dan
demokratis selama Perang Dingin. Amerika Serikat memiliki peran penting
sebagai pengatur permainan dalam “lapangan bermain“ untuk Muslim
moderat. Para penulis mendapatkan pelajaran dari AS dan sekutu Perang
Dingin, jaringan bangunan pengalaman, menentukan penerapan mereka untuk
situasi saat ini di dunia Islam, menilai efektivitas program pemerintah
AS, keterlibatan dengan dunia Muslim, dan mengembangkan peta jalan untuk
mendorong pembangunan jaringan Muslim moderat,” begitu isinya.
Sebagaimana halnya Rand Corporation, International Crisi Group
juga ada di balik proyek deradikalisasi. ICG memang fokus pada
persoalan teroris di Asia tenggara khususnya Indonesia. Hal ini
sebagaimana laporan mereka “Indonesian Jihadism: Small Groups Big Plans” Asian Report No204 19 April 2011. ICG memberikan rekomendasi kepada BNPT dan Menteri Hukum dan HAM.
Kampanye deradikalisasi cukup berbahaya untuk umat Islam karena
berpotensi menyimpangan dan akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang
menyesatkan.
Khususnya terhadap penafsiran nash-nash syariah. Contohnya
penyimpangan pada makna jihad, tasamuh (toleransi), syura, demokrasi,
hijrah, thagut, muslim dan kafir, bahkan klaim terhadap kebenaran.
Ujungnya upaya gerakan deradikaliasi ala Amerika adalah “mengkriminalisasi ide-ide syariah, daulah Islam dan khilafah”.
Tujuan deradikalisasi adalah ingin melahirkan “Islam rahmatanlil alamin” (bukan dalam pengertian Al-Quran dan Sunnah), tetapi Islam toleran yang tunduk pada Barat.
Jika ini yang dimaksud tim sukses Jokowi, tentu saja, semua
programnya kelak akan berhadapan dengan umat Islam yang telah lama
‘dianiaya secara politik’ dan berpotensi memecah belah umat.
Kini, saatnya umat mengawasi semua pernyataan dan janjinya.
*)Penulis adalah anggota MIUMI Jawa Timur
Sumber: Hidayatullah.com
0 Response to "Jokowi dan Empat Program Keagamaan yang Mencemaskan (Bagian 2, habis)"
Post a Comment