Oleh: Kholili Hasib
Pada masa kampanye Pilpres (Pemilihan Presiden) 2014
lalu, para ulama NU dan kaum santri pernah mengkhawatirkan menangnya
Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla jika benar-benar terpilih menjadi
presiden dan wakil presiden.
Ini semata atas dasar keraguannya Jokowinya, namun tentang gagasan
keagamaan orang-orang di sekitarnya, khusunsya para Timses (Tim Sukses)
dalam semua janjinya selama kampanye.
Di bawah ini empat poin janji-janji para Tim Sukses Jokowi-JK
menyangkut gagasan keagamaan yang dinilai kontroversi bagi umat Islam.
Pertama, penghapusan kolom agama
Di antara gagasan tim sukses Jokowi-JK adalah rencana penghapusan
kolom agama di KTP. Adalah Dr Siti Musdah Mulia yang memperkeruh isu
gagasan keagamaan orang-orang disekitar Jokowi. Anggota tim pemenangan
Jokowi-JK ini pernah menyatakan pihaknya menjanjikan penghapusan kolom agama pada kartu tanda penduduk (KTP) jika pasangan ini terpilih.
“Saya setuju kalau kolom agama dihapuskan saja di KTP, dan Jokowi
sudah mengatakan pada saya bahwa dia setuju kalau memang itu untuk
kesejahteraan rakyat,” ujar Musda seperti dikutip nasional.kompas.com 18
Juni 2014.
Musda Mulia adalah guru besar di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dia pakar sejarah politik. Namun banyak
bicara masalah syariah. Pemikiran-pemikiran liberalnya selalu
kontroversial dan tidak produktif. Dialah yang berpendapat bahwa
homoseksual itu halal. Bagi dia, homoseksual yang merupakan perbuatan
keji tersebut, tidak boleh ditolak dengan alasan apapun.
Dalam Islam, soal homoseksual ini sudah jelas hukumnya. Meskipun
sudah sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks,
ajaran Islam tetap tidak berubah, dan tidak mengikuti hawa nafsu kaum
homo atau pendukungnya. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut.” (HR Abu Dawud, at-Tirmizi).
Ide Musda sama saja membebaskan warga masyarakat untuk menyatakan
diri tidak beragama (ateis). Ide ini, kontan dikecam Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Sekjen PBNU, KH Marsudi Syuhud
(tribunnews.com 21 Juni 2014). Kecaman PBNU atas ide itu sangat logis
dan mewakili masyarakat luas dari semua agama.
Alasannya, jika kolom agama dihapus di KTP, masyarakat bisa
direpotkan. Contoh ketika kecelakaan di mana keluarga korban belum bisa
dihubungi, sementara korbannya meninggal dan harus dikebumikan. “Dasar
tata cara pengurusan jenazahnya bagaimana, jika tidak berdasar agama di
KTP,” tanyanya.
Tentang ide ini, KH Marsudi Syuhud berpendapat bahwa masyarakat akan
terlanjur memahami bahwa ide-ide tim pemenangan capres nomor urut dua
itu, justru sebagai ancaman bagi kehidupan keagamaan.
Umat Islam wajar resah, sebab jika kolom agama dicabut, kelak jika
orang Islam akan menikahkan anaknya tak akan pernah tahu apa latar
belakang agama calon menantunya. Bahkan ide ini akan semakin memberi
peluang atheisme di Indonesia.
Kedua, menghidupkan faham Komunisme
Juga Musda Mulia yang kini Direktur Eksekutif Megawati Insitute juga menyatakan akan menghidupakan kembali faham komunisme.
Juga Musda Mulia yang kini Direktur Eksekutif Megawati Insitute juga menyatakan akan menghidupakan kembali faham komunisme.
Tim Jokowi menurutnya, siap mencabut Tap MRPS No XXV/1966, tentang
larangan paham komunisme. “Ya pastilah (mencabut tab MPRS No XXV/1966
tentang larangan komunisme) akan kita lakukan, demi menjamin
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada semua warga negara,” ucap
Musdah kepada wartawan kabar7. Com.
Ide terlalu jauh melenceng dari ide pendirian NKRI. Kecaman keras itu
antara lain datang dari budayawan Ridwan Saidi. Komunis, kata Ridwan,
adalah sejarah kelam Indonesia. Bumi Indonesia dibanjiri darah untuk
menghilangkan komunis dari Tanah Air.
“Komunis itu, ajaran yang memiliki pengalaman kelam di Indonesia, dan
bangsa ini berjuang dengan darah untuk membasmi faham itu. Jadi, PDIP
jangan seenaknya main hapus saja Tap MPR itu. Patut dicurigai, PDIP akan
kembali ‘menghidupkan’ dan menyebarkan faham itu, ini harus kita
lawan,” kata Ridwan (harian Terbit 24 Juni 2014).
Komunisme melalui PKI (Partai Komunis Indonesia) telah ditentang
keras oleh PBNU. KH. Sahal Mahfudz (alm) dalam sambutan buku Benturan
NU-PKI 1948-1965 oleh H. Abdul Mun’im Dz menulis; “NU pada khususnya dan
bangsa Indonesia pada umumnya jangan sampai termakan oleh berbagai
propaganda yang berusaha mengadudomba dan membenturkan kembali antara NU
dan PKI dengan cara menyalahkan NU dan membela serta membenarkan PKI”
(hal. Xii).
Dalam buku yang ditulis oleh H. Abdul Mu’im Dz itu dijelaskan bahwa
telah banyak generasi muda NU yang tidak lagi mengenal sejarah PKI dan
perjuangan NU melawan PKI yang dimotori para kiai pesantren. Sehingga
banyak di antaranya mengikuti logika dan cara berpikir kader komunis
dengan memojokkan NU khususnya dan umat Islam Indonesia pada umumnya.
Dengan mencermati fakta-fakta di atas, maka jika Jokowi menjadi
Presiden, harusnya bisa membuktikan bahwa fakta yang telah diketahui
publik tersebut tidak akan ia jalankan. Jokowi, jika masih ingin menjadi
Muslim yang baik, maka pasti akan menepis ide-ide kontroversi di atas.
Ingatlah, penegakan dan pendirian bangsa ini atas upaya jerih payah dan
darah para ulama, kia dan santri di pesantren. Jika negara ingin maju,
bukan sekedar harus dekati ulama, tapi perlu taat pada pewaris Nabi ini.
Ketiga, menghapus Perda Syariah
Ketua Forum Ulama Umat Indonesia(FUUI), KH Athian Ali Lc, MA pada masa kampanye lalu menerangkan dirinya dan gabungan ulama dalam FUUI menolak dukungan ke Jokowi karena pernyataan Ketua Tim Bidang Hukum Pemenangan Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan yang mengaku berencana akan menghapus Peraturan Daerah (Perda) bernuansa Islam , dimana jika Jokowi terpilih, pemerintahannya akan melarang munculnya peraturan daerah baru yang berlandaskan syariat Islam.
Ketua Forum Ulama Umat Indonesia(FUUI), KH Athian Ali Lc, MA pada masa kampanye lalu menerangkan dirinya dan gabungan ulama dalam FUUI menolak dukungan ke Jokowi karena pernyataan Ketua Tim Bidang Hukum Pemenangan Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan yang mengaku berencana akan menghapus Peraturan Daerah (Perda) bernuansa Islam , dimana jika Jokowi terpilih, pemerintahannya akan melarang munculnya peraturan daerah baru yang berlandaskan syariat Islam.
Trimedya menegaskan bahwa syariat Islam bertentangan dengan UUD 1945.
“Ideologi PDIP Pancasila 1 Juni 1945. Pancasila sebagai sumber hukum
sudah final. Bagi PDIP Pancasila sudah final, ” jelasnya
(republikaonline.com 10 Juni).
Jelas saja, pernyataan Trimedya ini seperti memendung dukungan umat
Islam ke Jokowi. Gagasan tersebut menunjukkan tidak ada i’tikad baik
untuk membina hubungan baik dengan umat Islam. Bahkan ide tersebut
membahayakan kehidupan demokrasi. Dimana umat Islam menjadi elemen
mayoritas di negara Indonesia.
Ide kontroversi Trimedya bisa memicu kekerasan agama karena konfrontatif menyerang Islam. Juga termasuk melecehkan syariah.
Seharusnya dia tidak usah turut campur masalah syariat Islam. Sebab
perda tidak peranh sampai membunuh non-Muslim. Tidak pernah sampai
membahayakan keutuhan NKRI.
Harus dimengerti bahwa perda yang disebut Trimedya sebagai perda
syariah – yang sudah berlaku di beberapa kabupaten – lahir dari proses
yang demokratis. Peraturan ini murni dari keinginan Pemda dan masyarakat
setempat.
Sumber: Hidayatullah.com
0 Response to "Jokowi dan Empat Program Keagamaan yang Mencemaskan"
Post a Comment