Rekam Jejak Panglima TNI, dari Soedirman hingga Moeldoko



Panglima TNI, Jejak Soedirman hingga Moeldoko
 
JAKARTA - Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan pucuk pimpinan yang memiliki kewenangan komando operasional militer untuk menggerakan pasukan.

Di era Presiden Soekarno, jabatan Panglima TNI dipegang oleh Jenderal Soedirman, yang saat itu bernama Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Namun, Jenderal Soedirman tidak dipilih oleh Presiden, melainkan oleh anggota TKR melalui sebuah rapat yang disebut Konferensi TKR pada 12 November 1945.

Sejumlah nama pernah menduduki jabatan Panglima TNI, berikut nama-nama Panglima TNI sebagaimana dikutip dari Okezone.

Era Perang Kemerdekaan

Presiden Soekarno melantik Jenderal Soedirman menjadi Panglima Besar TKR pada 18 November 1945. Pada 8 Januari 1946, nama TKR diganti namanya menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.

Pada 26 Januari 1946, pemerintah Indonesia mengeluarkan maklumat mengenai pergantian nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). 25 Mei 1946, Panglima Besar Jenderal Soedirman dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Pimpinan Markas Besar Umum
dan Kementerian Pertahanan, Tentara Republik Indonesia.

Kemudian 3 Juni 1947, Presiden Soekarno, meresmikan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang merupakan penggabungan antara TRI dan laskar-laskar perjuangan rakyat di seluruh Indonesia. Presiden lalu menetapkan pucuk pimpinan TNI yang bersifat kolektif yang anggotanya adalah para pimpinan TRI dan pimpinan laskar-laskar perjuangan rakyat, dengan ketuanya adalah Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Pada tahun 1948, Pemerintah Indonesia menata ulang organisasi TNI. Presiden Soekarno mengeluarkan memecah pucuk pimpinan TNI menjadi Staf Umum Angkatan Perang dan Markas Besar Pertempuran.

Staf Umum dimasukkan ke dalam Kementerian Pertahanan di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP). Sementara itu Markas Besar Pertempuran dipimpin oleh seorang Panglima Besar Angkatan Perang Mobil (bergerak). Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan Perang dihapus.

Presiden mengangkat Komodor Suryadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dan Kolonel T.B. Simatupang sebagai wakilnya. Sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil diangkat Jenderal Soedirman.

Staf Umum Angkatan Perang bertugas sebagai perencanaan taktik dan siasat serta berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan. Sementara Staf Markas Besar Angkatan Perang Mobil, adalah pelaksana taktis operasional.

Keputusan Presiden ini menimbulkan reaksi di kalangan Angkatan Perang. Maka pada 27 Februari 1948, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden No.9 Tahun 1948 yang membatalkan penetapan yang lama dan mengeluarkan penetapan baru.

Dalam penetapan yang baru ini, Staf Angkatan Perang tetap di bawah Komodor Suryadarma, sementara itu Markas Besar Pertempuran tetap di bawah Panglima Besar Jenderal Soedirman, ditambah Wakil Panglima yaitu Jenderal Mayor A.H. Nasution. Angkatan Perang berada di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) yang membawahi Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) dan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU).

Pada 5 Maret 1948, diberlakukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1948 tentang Susunan Kementerian Pertahanan dan Angkatan Perang. Dalam undang-undang tersebut diatur
bahwa Menteri Pertahanan berkewajiban untuk menyelenggarakan pertahanan negara dalam arti yang seluas-luasnya dengan menyelenggarakan Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) yang terbentuk dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Menteri Pertahanan dalam menjalankan kewajibannya dibantu oleh Kepala Staf Angkatan Perang yang dibantu oleh 3 orang anggota staf yaitu Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut dan Kepala Staf Angkatan Udara.

Era Republik Indonesia Serikat

Setelah selesai perang kemerdekaan, jabatan Panglima Besar dihapus. Pada tahun 1949, sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar dengan dibentuknya negara Republik Indonesia Serikat, maka dibentuk pula Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang merupakan gabungan antara anggota Angkatan Perang Republik Indonesia dengan KNIL. Presiden RIS mengangkat Soedirman sebagai Kepala Staf APRIS dengan pangkat Letnan Jenderal.

Negara Republik Indonesia Serikat tidak berumur panjang, dan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat kembali menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia.

Era Demokrasi Parlementer

Pada 10 Juli 1951, Presiden Soekarno mengangkat Kolonel TB Simatupang sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia.

Pada tahun 1955, dibuat suatu organisasi Gabungan Kepala-Kepala Staf yang merupakan bagian dari Kementerian Pertahanan dan berada di bawah langsung Menteri Pertahanan.

Gabungan Kepala-Kepala Staf ini diketuai oleh seorang ketua, yang dijabat bergiliran mulai dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Gabungan Kepala-kepala Staf ini mempunyai fungsi sebagai penasihat dan perencana utama bagi Menteri Pertahanan untuk penetapan kebijaksanaan penyelenggaraan koordinasi dalam lapangan strategis-militer serta operasi antara Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Era Demokrasi Terpimpin

Mulai 1962, penggunaan istilah Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) diganti menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang merupakan penyatuan dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Mulai 1965, Hari Angkatan Perang yang biasanya diperingati setiap 5 Oktober, juga diganti namanya menjadi Hari Angkatan Bersenjata.

Pada masa ini setiap angkatan berdiri sendiri dan mempunyai panglima sendiri, dan tidak ada sebutan sebagai Panglima ABRI. Seluruh panglima angkatan dan kepolisian berada di bawah komando langsung Presiden Soekarno sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata.

Pada 21 Juni 1962, Presiden Soekarno mengangkat Jenderal Abdul Haris Nasution menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Kemudian pada 1 Mei 1963 Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dijabat oleh Mayjen Soeharto. Dua hari kemudian, tepatnya 3 Oktober 1965, Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Kopkamtib. Jabatan ini memberikan wewenang besar untuk melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pelaku G30-S/PKI.

Setelah itu Panglima TNI dijabat oleh Jenderal TNI M. Panggabean sejak 28 Maret 1973 hingga 17 April 1978. Kemudian digantikan Jenderal TNI M. Yusuf sejak 17 April 1978 hingga 24 Februari 1983. Selanjutnya Jenderal TNI L. B Murdani memimpin pada 24 Februari 1983 hingga 6 September 1988.

Kemudian disusul oleh Jenderal TNI Tri Sutrisno pada 6 September 1988 sampai 20 Februari 1993. Selanjutnya Jenderal TNI Edi Sudrajat menjabat pada 20 Februari 1993 hingga 21 Mei 1993. Selepas itu jabatan dipegang oleh Jenderal TNI Faisal Tanjung mulai 21 Mei 1993 hingga 20 Februari 1998.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kembali ditegaskan nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai sebutan resmi Angkatan Perang Republik Indonesia, yang bersama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Pada era ini mulai dipilih Panglima ABRI, sebagai pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Jenderal TNI Wiranto terpilih kala itu.

Era Reformasi

Sejak mundurnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, dimulailah era baru pimpinan ABRI. Sejak dipisahkannya Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia dari ABRI per 1 April 1999, istilah Panglima ABRI diganti menjadi Panglima TNI.

Pada 4 November 1999 sampai 18 Juni 2012 jabatan Panglima TNI dijabat oleh Laksamana TNI Widodo AS.Di era Presiden Megawati Soekarnoputri, jabatan itu diemban oleh Jenderal TNI Endiartono Sutarto, yang kemudian menjelang akhir jabatan, tepatnya pada 8 Oktober 2004, dalam suratnya kepada DPR Megawati mengajukan Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai calon Panglima TNI menggantikan posisi Jenderal Endriartono Sutarto yang surat pengunduran dirinya telah disetujui.

Namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menggantikan Megawati bulan berikutnya, hanya sepekan setelah dilantik, mengirim surat ke DPR yang intinya mencabut surat pengajuan Presiden sebelumnya. Presiden SBY tak lama kemudian juga memperpanjang masa jabatan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto.

Kemudian setelah itu, SBY beberapa kali mengganti posisi Panglima TNI, dimulai dari Marsekal TNI Djoko Suyanto, dilanjutkan oleh Djoko Santoso hingga Laksamana TNI Agus Suhartono, dan kini dijabat oleh Jenderal TNI Moeldoko. (okezone)

Subscribe to receive free email updates: