Sejumlah politisi dari PKS dan Golkar meminta agar Tim Pengawas Intelijen yang aturan barunya telah disahkan DPR RI, menjadikan kerja intelijen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai objek yang harus diawasi di pemerintahan periode mendatang.
Diberitakan oleh Beritasatu.com, politisi PKS, Fahri Hamzah, menjelaskan sekarang ini ada lembaga yang kerjanya berbasis intelijen. Lembaga yang dimaksudkan Fahri adalah KPK.
Fahri berkaca dari kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Gubernur Riau Annas Maamun, yang baru ditangkap KPK. Kata Fahri, awalnya gubernur itu dianggap melanggar moral karena perilaku asusila, lalu disadap oleh KPK.
"Dari sadapan itu, lalu ada percakapan untuk berusaha menyogok polisi supaya kasusnya tak diungkap, lalu minta tolong pengusaha untuk menyogoknya," kata Fahri.
Dari situlah kemudian KPK menangkap Annas, yang menurutnya akan sangat berbahaya bila dibiarkan.
"Jadi bahaya kalau kerja intelijen sudah bagian dari penegakan hukum. Itu sebabnya agar hal ini jadi concern Timwas. Tak bisa operasi intelijen jadi bagian dari penegakan hukum. Apalagi hasil alat sadap tak boleh jadi alat bukti di pengadilan," jelas Fahri.
"Maka kita usul agar itu masuk jadi bagian dari pengawasan."
Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso menyatakan dirinya sangat mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Fahri Hamzah itu. Dan, menurut Priyo, sebaiknya itu diperhatikan oleh anggota DPR RI mendatang yang jadi anggota Timwas dimaksud.
Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Mahfudz Siddik, menambahkan bahwa memang aneh apabila ada institusi hukum seperti KPK yang menggunakan penyadapan, yang merupakan bagian kerja dari intelijen, sebagai alat penegakan hukum. Selama ini, KPK melakukan penyadapan hanya dengan ijin dari Ketua Pengadilan Negeri (PN).
"Ini masukan saja, agar DPR ke depan menjadikan RUU intersepsi jadi UU prioritas. Dimana nantinya akan ada institusi yang menjadi pusat melakukan otorisasi sebelum melakukan intersepsi," kata Mahfudz.
Sebelumnya, Rancangan Peraturan DPR RI soal Tim Pengawas Intelijen Negara disahkan oleh anggota DPR dalam rapat paripurna DPR RI yang dilaksanakan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/9).
Tim Pengawas Intelijen Negara itu nantinya akan berjumlah 13 orang anggota Komisi I DPR. Mereka memiliki kewenangan menginvestigasi bila ada dugaan tindakan penyalahgunaan kewenangan terkait tugas intelijen. Tim itu juga punya kewenangan untuk mengusulkan proses hukum bila ada dugaan tindak pidana penyalahgunaan kewenangan intelijen.