Kartu Jokowi Belum Punya Dasar Hukum, Yusril: Mengelola Negara Bukan Seperti Warung

Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra
JAKARTA - Kebijakan penerbitan dan pendistribusian tiga kartu Presiden Joko Widodo (Jokowi) berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), hingga kini menuai polemik. Pasalnya, tiga "kartu sakti' Jokowi itu belum memiliki dasar hukum.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra pun menyampaikan kritik kerasnya.

"Penerbitan dan pendistribusian tiga kartu itu harus jelas dasar hukumnya. Karena mengelola negara bukan seperti mengelola warung," kata Yusril, Kamis (6/11).

Menurut Yusril, penerbitan dan pendistribusian tiga kartu itu niatnya baik untuk membantu rakyat miskin mengantisipasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Kebijakan itu patut dihargai, tapi meski pun niatnya baik, tetap harus memiliki dasar hukum yang jelas," katanya.

Menurutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga membuat kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Tapi dibuat dasar hukum yang jelas.
Yusril menjelaskan, sebelum  menerapkan kebijakan, maka harus dibuat dasar hukumnya dulu. Tidak bisa gagasan yang terlintas dibenak, langsung diwujudkan dalam tindakan.

"Namun, harus dibuat dasar hukumnya, sehingga pada saat kebijakannya diterapkan dapat dipertanggungjawabkan," katanya.

Apalagi, kata dia, kebijakan tersebut, terkait dengan keuangan negara. Karenanya, Jokowi melalui kementerian terkait harus berbicara dulu dengan DPR untuk meminta persetujuan.

Penggunaan anggaran di Pemerintahan, kata dia, sudah diatur dalam APBN yang sebelumnya dibahas bersama antara pemerintah dan DPR.kabarpapua.net)

Subscribe to receive free email updates: