Di Dua Kota Kecil di Spanyol Ini Populasi Muslim Terus Bertambah

Masjid di Cueta, Spanyol.
Masjid di Cueta, Spanyol.
Ceuta dan Melilla adalah dua buah kota kecil milik Spanyol yang terletak di kawasan pantai utara Afrika. Lokasi keduanya berbatasan langsung dengan Kerajaan Maroko. Luas Ceuta tidak seberapa, yakni hanya 18 km persegi.

Sementara, Melilla lebih kecil lagi, yaitu cuma 12,3 km persegi. Ada sejarah panjang yang melatarbelakangi kedua kota tersebut menjadi bagian dari wilayah Spanyol.

Namun, tulisan ini hanya mengulas sedikit mengenai sisi historis Kota Ceuta dan kehidupan umat Islam di sana. Menurut data 2011, populasi di Ceuta mencapai 82 ribu jiwa. Lebih dari separuh penduduk ini merupakan penganut agama Katolik Roma.

Sementara, sisanya sekitar 40 persen adalah Muslim yang berasal dari suku-suku Maroko. "Di samping itu, terdapat pula orang-orang Yahudi Sefardim dan Hindu dalam jumlah yang kecil di Ceuta," ungkap Hugh Griffin dalam buku History of Ceuta.

Maxime Serignac dalam artikelnya yang berjudul "Spanish enclaves of Ceuta and Melilla ine xorably Mo roccan?," mengungkapkan, populasi umat Islam di Ceuta terus mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu.

Berdasarkan catatan yang dia peroleh, penduduk Muslim etnis Maroko yang mendiami kota tersebut memiliki tingkat kesuburan yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

"Hari ini, `Muhammad' menjadi nama depan yang paling umum di Ceuta. Para pengamat pun menganggap fenomena ini sebagai ledakan `Marokonisasi' di daerah kantong Spanyol tersebut," tulis Serignac.

Muslim Ceuta, Spanyol
Muslim Ceuta, Spanyol
Maxime Serignac dalam artikelnya yang berjudul "Spanish enclaves of Ceuta and Melilla ine xorably Mo roccan?," mengungkapkan, populasi umat Islam di Ceuta terus mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu. Dia pun memperkirakan, akan ada perubahan yang cukup signifikan terhadap demografi Ceuta dalam beberapa dekade mendatang.

Meningkatnya jumlah penduduk keturunan Maroko secara pesat, kata Serignac, dapat menggeser posisi umat Kristen selaku kelompok mayoritas saat ini. Kondisi tersebut nantinya bakal menciptakan lingkungan politik yang menguntungkan bagi kaum Muslimin di kota itu.

Tanda-tanda nya pun sudah mulai tampak hari ini. Terhitung mulai 2010, Pemerintah Otonomi Ceuta akhirnya menetapkan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban sebagai hari libur resmi di kota itu. Sejak runtuhnya pemerintahan Islam di Granada pada 1492, ini merupakan pertama kalinya hari besar keagamaan di luar Kristen dirayakan di Spanyol.

Pangkalan Militer Jauh sebelum berada di bawah kekuasaan Islam, menurut catatan, Ceuta didirikan oleh bangsa Punik alias Kartagena kuno pada abad kelima sebelum Masehi (SM). Selanjutnya, Bangsa Romawi menaklukkan kota itu pada 42 Masehi, dan menjadikannya sebagai kota pelabuhan dengan nama Septem.

"Sekitar 400 tahun kemudian, Ceuta diambil alih oleh Kekaisaran Bizantium. Kota ini pun menjadi salah satu kota Kristen terpenting sejak abad keempat," tulis laman Ceuta Turistica dalam artikel "Roman Basilica in Ceuta".

Pada 710 M, pasukan Muslim dari Dinasti Umayyah berusaha me nak lukkan Semenanjung Iberia dan menjadikan Kota Ceuta sebagai pangkalan militer mereka. Di bawah pimpinan Jenderal Tariq bin Ziyad, tentara Muslim akhirnya berhasil me nye berang ke Spanyol setahun berikutnya. Periode tersebut menjadi titik awal masuknya Islam ke Spanyol.

Ketika kekuasaan Umayyah di Spanyol runtuh pada 1031, Ceuta berulang kali jatuh ke tangan penguasa yang berbeda-beda. Mulai dari Dinasti Almurabitun (yang menguasai kota ini sejak 1084-1147), Kesultanan Tunisia (1232-1249), dan Kerajaan Fez (1387).

Bangsa Portugal akhirnya menakluk kan Ceuta setelah berhasil mengalah kan pasukan Dinasti Mariniyah dari Maroko dalam perang yang berlangsung pada 1415. Namun, setelah ditandatanganinya Perjanjian Lis bon pada 1 Januari 1668, Raja Afon so VI dari Portugal secara resmi menyerahkan Ceuta ke Spanyol. Sejak itulah, kota itu berada di bawah kekuasaan Spanyol sampai hari ini.


Pada Juli 1936, Jenderal Francisco Franco yang dibantu oleh rezim fasis Italia dan Nazi Jerman, melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Republik Spanyol.  Pemberontakan itu menyebabkan terjadinya perang saudara di Spanyol sepanjang 1936-1939. Kota Ceuta pun menjadi salah satu korban pertama dari konflik tersebut.

"Pasukan Franco menindas warga Ceuta. Sementara, pada saat yang sama, kota ini juga mendapat serangan udara dan laut dari pasukan militer dari pemerintah republik yang resmi," tulis Hugh Griffin dalam buku History of Ceuta, Ahad (22/3).

Ketika Spanyol mengakui kemerdekaan Maroko pada 1956, Ceuta dan sejumlah tempat lainnya di kawasan pantai utara Maroko--yang mencakup Melilla dan Kepulauan Alboran--tetap berada di bawah kendali Spanyol.  Pemerintah Spanyol menganggap wilayah tersebut bagian integral yang tak terpisahkan dari negara mereka. Namun, Kerajaan Maroko membantah argumen tersebut.

Sebelumnya, Maxime Serignac dalam artikelnya yang berjudul "Spanish enclaves of Ceuta and Melilla ine xorably Mo roccan?," mengungkapkan, populasi umat Islam di Ceuta terus mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu. Dia pun memperkirakan, akan ada perubahan yang cukup signifikan terhadap demografi Ceuta dalam beberapa dekade mendatang.

Meningkatnya jumlah penduduk keturunan Maroko secara pesat, kata Serignac, dapat menggeser posisi umat Kristen selaku kelompok mayoritas saat ini. Kondisi tersebut nantinya bakal menciptakan lingkungan politik yang menguntungkan bagi kaum Muslimin di kota itu.

Tanda- tanda nya pun sudah mulai tampak hari ini. Terhitung mulai 2010, Pemerintah Otonomi Ceuta akhirnya menetapkan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban sebagai hari libur resmi di kota itu. Sejak runtuhnya pemerintahan Islam di Granada pada 1492, ini merupakan pertama kalinya hari besar keagamaan di luar Kristen dirayakan di Spanyol. (rol/kabarpapua.net)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Di Dua Kota Kecil di Spanyol Ini Populasi Muslim Terus Bertambah"

Post a Comment