DPR: Kehadiran Orang-Orang Israel dan Simbolnya di Papua Harus Diusut

 
Kehadiran  sejumlah warga negara Israel dan simbol-simbol Israel di Tolikara, Papua, bukanlah kebetulan, kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq. Karena itu, harus diusut tuntas.

Menurut Mahfudz Siddiq, kehadiran simbol Israel itu pun tidak terkait dengan penyebaran agama. “Sebab, agama Yahudi adalah agama eksklusif,” ujarnya di Jakarta, Rabu (5/8).

Orang-orang Israel hadir di Tolikara, dicurigai Mahfudz, untuk menjalankan satu operasi politik di Papua secara keseluruhan. Karena itu, Mahfudz pun meminta aparat keamanan mengusut tuntas kehadiran mereka di Papua. “Sangat mungkin ada pihak lain yang menggunakan orang-orang ini untuk menjalankan operasi politik di Papua,” tuturnya.

Dalam pandangan Mahfudz, ini bukan hanya tentang Tolikara yang baru saja jadi lokasi kerusuhan sosial semata. “Pemerintah melalui Kepolisian Republik Indonesia, BIN, TNI, dan Kementerian Luar Negeri harus mengusut tuntas kehadiran orang berpaspor Israel itu,” ujar Mahfudz.

Memang, lanjutnya, kasus Tolikara bisa dilihat kecil kalau dipisahkan dari konteks Papua. Tapi, kasus ini juga bisa menjadi serius jika ditempatkan dalam konteks Papua, khususnya gerakan separatisme. “Mereka membutuhkan pemantik. Dan harus diingat, Papua tidak hanya bagian dari kepentingan Indonesia, tapi juga kepentingan beberapa negara lain,” kata Mahfudz Siddiq.

Apa yang dilontarkan Mahfudz  itu memang bukan mengada-ada. Pada Mei lalu, misalnya, pemimpin Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang bermarkas di Lany Jaya, Papua, Puron Wenda dan Enden Wanimbo, menyatakan perang secara terbuka terhadap Indonesia. Mereka menyebut adanya revolusi total dari Sorong hingga Merauke. Mereka juga menegaskan, perjuangan mereka untuk mewujudkan kemerdekaan Papua tidak akan berhenti dan menolak semua bentuk dialog yang ditawarkan Pemerintah Indonesia.

Pernyataan perang terbuka dari Papua juga pernah dilontarkan Panglima Tinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB), Jenderal Goliat Tabuni. Pada Desember 2014 lalu, situs komnas-tpnpb.net memberitakan, Jenderal Goliat Tabuni mengaku siap bertanggung jawab atas penembakan dua anggota Brimob di depan Kantor Bupati Puncak Papua, Ilaga, Papua, yang terjadi 3 Desember 2014 lampau. Menurut Goliat, pelaku penembakan tersebut adalah anggota dari Lekagak Telenggen dan Militer Murib, yang berada di bawah kepimpinannya dia.

Goliat mengungkapkan, dua senjata jenis, yakni AK-47 dan SS-1 milik dua anggota Brimob, sudah berpindah tangan ke kelompok TPN-PB yang selama ini berada di bawah komandonya. “Tadi pagi anggota TPN-PB tembak dua anggota Brimob, senjata jenis AK-47 dan SS-1 sudah ditangan kami,” ujar Tabuni ketika melaporkan peristiwa tersebut kepada situs komnas-tpnpb.net, dari Puncak Jaya, Papua.

Ia juga mengatakan, perampasan senjata bukanlah hal yang baru. “Ini adalah upaya memperkuat TPN-PB. Sementara belum ada pihak yang membantu senjata untuk TPN-PB, kami akan tetap merampas milik militer Indonesia, kapan pun, dan dimana pun di wilayah Papua Barat,” ujarnya.

Jenderal TPN-PB yang bermarkas di Tingginambut itu juga mengatakan, perampasan senjata adalah satu-satunya cara menambah kekuatan untuk melawan militer Indonesia, dengan tujuan memperjuangkan penentuan nasib sendiri bagi bangsa dan rakyat Papua Barat. “Rampasan senjata milik aparat Indonesia juga bagian dari upaya persiapan revolusi total untuk merebut hak kemerdekaan bangsa Papua Barat sebagaimana tujuan dari TPN-PB,” katanya.

Senjata yang berhasil dirampas dari tangan militer Indonesia, lanjutnya, tidak akan pernah dikembalikan kepada aparat negara Indonesia. “Senjata rampasan resmi menjadi milik TPN-PB untuk melawan balik militer Indonesia di Papua,” ujarnya.

Goliat mengutarakan, dua senjata yang dirampas adalah milik tentara, bukan milik masyarakat sipil, karena itu hal ini dapat dibenarkan. “Kami adalah tentara, mereka juga tentara, kami selalu dibunuh dengan senjata, kami juga akan melawan dengan senjata,” tuturnya.

Menurut dia, penembakan dua anggota Brimob itu sesuai perintah panglima tinggi. “Kami masih dalam revolusi tahapan, sambil persiapan revolusi total, tujuan Papua merdeka,” katanya.

Pertanyaannya, apakah ini bagian dari skenario proposal referendum Papua, yang kabarnya pernah diajukan Jokowi ke Australia, seperti pernah dilansir lokomotif reformasi Indonesia, Sri Bintang Pamungkas, di depan Wakil Ketua DPR Fadli Zon?

Menurut Sri Bintang, proposal referendum Papua ke Australia dan sudah dibahas dalam sebuah konfrensi di Melbourne, Australia, 18-19 September 2014. Pembicara konferensi tersebut, kata Sri Bintang, antara lain Mayor Jenderal (Purn) Kiki Syahnarki dan Kingsbury dari Internasional Force for East Timor (IFET). Isi proposal referendum Papua tersebut mengatakan, jika terjadi krisis di Papua seperti Timor-Timur, pasukan internasional harus masuk ke Papua.

Lewat akun Twitter-nya pada 7 Desember 2014 lalu, aktivis Ratna Sarumpaet juga menyatakan kesedihannya terkait Jokowi yang menyiapkan referendum untuk kemerdekaan Papua. (Pribuminews)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "DPR: Kehadiran Orang-Orang Israel dan Simbolnya di Papua Harus Diusut"

Post a Comment