Turki dan Referensi Baru Kekuatan Islam


Turki dan Referensi Baru Kekuatan Islam (1)
Erdogan telah mematahkan kekuasaan kelompok elit sekuler yang mendominasi pemerintah sejak terbentuknya republik Turki yang modern tahun 1923 oleh Mustafa Kemal Ataturk (Foto: Mashable.com)
Oleh: A. Rofii Damyati dan Arya Sandhiyudha

Tanggal 10 Agustus 2014 adalah gerbang baru bagi politik Turki karena baru saja menjalani Pemilihan Presiden (Pilpres) secara langsung pertamanya dengan terpilihnya Recep Tayyip Erdoğan. Kemudian disusul dengan terpilihnya Ahmet Davutoğlu sebagai PM Turki yang baru.

Terpilihnya Erdoğan seakan menjadi “referendum” keberhasilan pendakian demokrasi dan ekonomi Turki selama tiga periode Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) memimpin atau kurang lebih 12 tahun.
Ini merupakan sinyal positif bagi Turki untuk melanjutkan upayanya mewujudkan prediksi futurolog seperti George Friedman yang mengatakan pengaruh negara ini akan terus meningkat.  Friedman mengatakan bahwa Turki tahun 2050 akan memiliki pengaruh kuat hingga ke seluruh negara-negara Arab Teluk (Saudi Arabia, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar), beberapa negeri Syam (Jordan, Libanon, Suriah), dan negara-negara Afrika Utara (Mesir, Libya, dan Tunisia), Ukraina, Azerbaijan, Armenia, Georgia, juga merengkuh sebagian wilayah Kazakhstan, Turkmenistan, Uzbekistan dan juga Rusia.

Secara teoritik, tiga kali Pemilu demokratis yang telah terlaksana di Turki dengan pendakian ekonomi yang progresif membuat Turki sebagai negara yang telah melalui transisi demokrasi dan berada dalam kondisi rezim demokrasi yang stabil. Semua rangkaian faktor tersebut membuat AKP nampaknya layak percaya diri memimpin tanpa koalisi alias menganut demokrasi mayoritarian (majoritarian of democracy) yaitu pemerintahan yang dikelola oleh satu partai pemenang di Pemilu legislatif.

Tentu saja kisah AKP ini belum pernah ada dalam sebelumnya dalam referensi perjalanan kekuatan Islam di ranah politik (beyond-reference).

Kenapa Turki layak disebut referensi baru (beyond reference) dalam sejarah pemenangan kekuatan Islam, setidaknya karena ia kini menjadi kaum Islamis satu-satunya yang memimpin negara.
Sesungguhnya Turki sudah memulai “Spring” (2002) sebelum “Arab Spring” di tahun 2011 yang bertahan hingga kini.

Di bawah ini sekelumit catatan dari Turki yang layak direnungkan adalah:

Di Turki, mungkin karena pengalaman panjang kudeta yang sudah berkali-kali (1960-61, 1971-73, 1980-83, dan “kudeta putih” 1997) kemudian kaum Islamis kini menempuh jalan yang sangat berbeda dari Islamis pada umumnya.

Pengalaman kudeta, terutama kudeta putih terhadap Erbakan pada 1997 yang merupakan mentor dari Erdoğan merupakan sentakan sejarah yang memandu model kepemimpinan politik nasional sekaligus arah Transformasi Islamisme Turki. Hal itu diperkuat dengan hadirnya krisis ekonomi Turki tahun 2001. Segalanya menjadi basis rasionalitas kebijakan AKP (rational choice) dalam mengarak langkah.

Pola suksesi yang ekstrim dalam bentuk kudeta disadari AKP sebagai situasi yang diinisiasi oleh elit karena ada celah tindakan yang beraroma ideologis dan memanfaatkan efektif keterbelahan sosial (social cleavages) yang ada, oleh karena itu Erdoğan mengambil langkah radikal dengan mengambil langkah yang sangat berbeda dari Erbakan. Dirinya berupaya mencairkan hubungan antara Islamis dengan Haters para Islamis (misalnya kalangan militer, liberalis, dan ultra nasionalis), setidaknya membuat langkah-langkah yang tidak memberikan bahan provokasi untuk berfikir menjatuhkannya. Sebab sejatinya memang ada banyak kesamaan yang bisa digalang, misalnya dalam mazhab ekonomi antara Islamis dan liberalis, ataupun dalam hal kebebasan sipil, begitupun juga kesamaan pandang terkait anti intervensi militer.

Inipula yang terlihat ketika ragam kalangan di Turki menilai isu kudeta Mesir, apapun latar belakangnya (terutama dari kalangan islamis dan liberal) mereka sama-sama menolak. Kesamaan pengalaman pahit terhadap kudeta militer di Turki diolah menjadi sikap yang menguntungkan Islamis Turki yang berkuasa.

Berpisahnya kaum modernis (yenilikçiler) dan tradisionalis (gelenekçiler) untuk melepaskan sejarah dari stigma dan ini ditandai dengan sikap Erdoğan mendirikan AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) dan meninggalkan Necmettin Erbakan.

Partai Refah yang kental dengan agenda-agenda Islamis, baik retorika (speech act), politik domestic maupun polugri seperti pembentukan D8, yaitu fora untuk 8 negara mayoritas Muslim, digantikan pengaruhnya oleh AKP yang berfokus pada performa ekonomi (bukan isu-isu ideologis) dengan ‘jualan politik’ pertama kalinya adalah keberhasilan Erdoğan sebagai Wali Kota di Istanbul.

Selama 1 Dekade AKP fokus membangun performa demokrasi dan ekonomi Turki sehingga masuk ke dalam persepsi internasional.

Harapan kepemimpinan Erdoğan yang sukses memimpin Istanbul dan AKP yang menawarkan “Sekulerisme Pasif” (jadi AKP sejatinya tetap Partai Sekuler berasaskan demokrasi konservatif, namun bukan “sekulerisme assertif” ala rezim sosialis-komunis (CHP) yang melarang praktik keyakinan keagamaan di ruang publik seperti penggunaan jilbab, atau ultra nasionalis (MHP) yang sangat diskriminatif dan represif terhadap masyarakat Turki berdarah Kurdi).

Bahkan hingga kini, Erdoğan secara domestik masih sangat lunak dan masih memberikan ruang bagi pengusaha Yahudi Turki, begitupun ruang praktik sekuler seperti perjudian, miras, prostitusi, dan budaya buruk lainnya yang masih kental terwariskan.

Sembari di sisi lain, pemerintah kemudian melakukan perubahan gradual yang sangat hati-hati, seperti memberikan ruang kebebasan bagi Muslimah mengenakan jilbab di institusi pendidikan dan birokrasi pemerintahan. Itupun baru tahun 2013, setelah 10 tahun memimpin. Baru pada akhir Oktober 2013 kemarin ada 4 anggota parlemen pertama yang berjilbab (Sevde Bayazit Kacar, Gonul Bekin Sahkulubey, Nurcan Dalbudak, Gulay Samanci).


Kebebasan berislam di publik berangsur-angsur disetarakan dengan kebebasan sekuler. Jika orang bebas tidak berjilbab, maka orang juga harus diberi kebebasan berjilbab. Kalau di dunia sekuler orang berpaham ateis bebas berkeliaran, maka yang orang mengekspresikan keislaman di ranah publik juga tidak boleh lagi dipasung.

Transformasi relasi Sipil-Militer juga menjadi kunci pemenangan Islamis. Terjadi transformasi dari pendekatan ofensif ala Halil Turgut Özal (PM 1983- 1989 dan Presiden 1989- 1993) ke pendekatan kompromis ala Erdoğan (PM 2003-2014, Presiden 2014-…).

Meskipun sama-sama berpandangan bahwa pemerintahan sipil merupakan superordinat dari militer, namun Erdoğan menghindari sedapat mungkin friksi dengan militer dengan menerapkan desain dan implementasi berbasis “pendekatan kompromis” terhadap isu-isu yang menjadi bagian “sensitivitas militer”. Pemerintahan AKP menerapkan kebijakan cermat, penuh kehati-hatian dan keseimbangan terhadap militer. Menghindari tindakan yang dapat ditentang militer, serta tidak melakukan kritik terbuka terhadap militer terutama terhadap isu-isu yang sangat sensitif.

Erdoğan konsisten menjaga eksistensi simbol-simbol Atatürk di Turki seperti memasang poster besar wajahnya sebesar poster Erdoğan di setiap markas partai. Ini secara otomatis mengirimkan pesan kepada para loyalis Attaturk bahwa ia juga penerus sang bapak Turki itu. Walaupun banyak sinyalemen bahwa Erdoğan berambisi mengembalikan sistem Turki Usmani menggantikan Turki Sekuler. Ini akan melunakkan sensitivitas kalangan ultranasionalis dan militer yang merupakan ‘pengaman ideologi Atatürk’.

Dalam pendakian ekonomi dan pelayanan publik Erdoğan menjalankan program-program real yang menjawab kebutuhan masyakat luas, seperti perbaikan dan subsidi sektor pendidikan secara besar-besaran, reformasi ekonomi secara masif, serta menyiapkan infrastruktur yang memadai. Tak heran, hasilnya kini bisa dilihat dan tak akan pernah dilupakan oleh masyarakat Turki sendiri.

Menurut catatan, Erdoğan dan AKP-nya telah dan akan mereformasi secara terus menerus Turki agar menjadi negara yang terdepan, tidak saja di Eropa tapi di dunia. Mereka mengklaim telah berhasil membangun banyak hal. Di sektor olahraga, terbangun 25 stadium, 48 kolam renang, 193 pusat olah raga, 155 pusat pemuda dan total 789 fasilitas olahraga.

Di sektor pendidikan, pembangun asrama para pelajar terus berlanjut, dihapusnya biaya kuliah. Oleh karenanya negara tiap tahunnya membiayai paling sedikit 1,2 miliar Turkish Lira. Pemberian Beasiswa baik luar maupun dalam negeri secara besar-besaran.

Bila anggaran pendidikan Turki tahun 2002 sekitar 11,3 miliar TL, maka pada tahun 2014, dialokasikan 78,5 miliar TL. Bila di antara tahun 1994-2002 satu stadion saja terbangun, maka, menurut klaim Erdoğan, kini 25 stadion baru dan megah sudah menghias kota-kota besar di Turki. Jika pada tahun 2002 bandara hanya berjumlah 25 buah, kini diklaim sudah menjadi 47.

Bahkan, termasuk dari ambisi besarnya, kini sedang dibangun bandara terbesar di Eropa. Bandara itu berlokasi di Istanbul dan rencananya nama presiden Recep Tayyip Erdoğan menjadi nama bandara ini.
Erdogan mencium tangan anak Gaza yang terluka atas serangan penjajah Israel
Erdogan mencium tangan anak Gaza yang terluka atas serangan penjajah Israel


Performa ekonomi dan pelayanan publik tersebut dibarengi dengan pembelaan terhadap perjuangan Islam di berbagai negara.Di antaranya: (1) pasca Revolusi 25 Januari 2011 mesir, Turki memberi pinjaman investasi 2 miliar USD ke Mesir dan berkomitmen investasi hingga 5-10 miliar USD. Itu di masa Presiden Mursyi sebelum digulingkan; (2) Turki termasuk negara kemanusiaan yang terus berkampanye #DontForgetSrebrenica terkait genosida terhadap 8372 Muslim Bosnia.Turki melanjutkan perlindungan pada ribuan pengungsi Bosnia; (3) pembukaan pintu bagi setengah juta warga Suriah yang lari dari diktator Bashar al Assad, yang tidak dilakukan oleh negara-negara lain di sekitarnya; dan yang paling penting (4) Turki adalah negara paling terdepan membela Palestina.

Terbukti Turki lah yang menjadi sponsor utama bantuan kemanusiaan melalui misi Mavi Marmara pada tahun 2010. Dan yang teranyar, ketika agresi brutal Israel ke Gaza beberapa waktu yang lalu, Turki yang paling kencang dalam mengecam kebiadaban ini. Bahkan Erdoğan berjanji akan mengobati seluruh korban luka-luka akibat serangan brutal Israel ke Gaza. Dan hal itu langsung direalisasikan setelah terpilih menjadi presiden Turki dan dilantik baru-baru ini.

Di balik kelihaian berstrateginya, kunci lainnya yang terpenting adalah kesabaran revolusioner Erdoğan dan AKP Turki untuk menjalani perubahan bertahap didasari oleh kuatnya kerinduan untuk membangun kembali “Neo-Ottoman” alias kejayaan kembali Kekhalifahan Utsmani.

Semenjak runtuhnya Islam di Andalus (tahun 797 H/1492 M), Turki Usmani mengambil peran pemegang tampuk Khilafah Islamiyah (tahun 1299 M-1924 M). Pengaruh imperium ini sangat luas. Hampir-hampir Eropa saja takluk di bawah kuasanya.

Hanya saja medan dan cuaca yang sangat ekstrem menjadi hambatan penaklukan Eropa secara keseluruhan. Ditambah lagi di abad-abad ke 19-20 kekhalifahan ini melemah hingga berubah menjadi Turki sekuler pada tahun 1924 M melalui Gazi Kemal Pasya, alias Attaturk.
Turki diuntungkan dengan sejarah peradaban ‘emas’ yang hanya sempat terpendam dalam perutnya, sehingga tinggal membutuhkan sedikit upaya untuk menggalinya kembali. Hal itulah yang sejak beberapa dekade terakhir kaum Islamis lakukan di Turki. Kini melalui Recep Tayyip Erdoğan dan  AKP adalah objek yang diharapkan menjadi jawara-jawara penggali emas itu.

Selain semua faktor itu, faktor yang tak kalah penting adalah peran ulama. Penulis melihat bahwa yang paling mempengaruhi gerakan Islam saat ini tidak lain adalah ‘sang mujaddid’ Badiuzzaman Said Nursi.

Perjuangan mempertahankan Islam dan peradabannya dari tanah Turki Utsmani diajarkan dengan gigih kepada murid-muridnya tanpa kenal lelah.

Nursi bagi orang-orang Turki adalah mujaddid di abad ke-20 ini. Hampir seluruh pokok-pokok pikirannya hingga kini bisa dinikmati dalam risalah yang ia tulisnya. Risalah-risalah yang telah ditulisnya kemudian dikompilasi menjadi Risalah Nur. Risalah-risalah inilah yang menginspirasi gerakan re-islamisasi Turki sekuler. Boleh diklaim, hampir seluruh gerakan Islam di Turki merujuk kepada pemikiran-pemikiran Badiuzzaman Nursi yang tertuang dalam risalah ini.

Keunikan lain pemenangan Islamis di Turki, bisa dikatakan pesantren dan pengguna jilbab di Turki terus bertumbuh dan itu semua berkorelasi dengan penambahan suara ke AKP. Ini disebabkan para ustadz, ahli agama, atau ulama dihormati karena mayoritas ustadz, ahli agama, atau ulama sangat didengar arahannya. Mereka dihormati karena fokus dalam membangun masyarakat dan tidak terjun pada politik praktis sebagai caleg atau menteri apalagi Presiden, akan tetapi mayoritas mereka berperan totalitas sebagai endorser di dalam momen-momen Pemilu yang mengajak seluruh murid-muridnya dengan instruksi memilih AKP.

Gabungan strategi dan semangat tersebut memudahkan para Islamis Turki meramu dan meracik pola-pola pengislaman kembali Turki yang sudah terlanjur sekuler itu menjadi Turki yang sedikit demi sedikit menemukan kembali peradaban ‘emas’-nya.

Namun demikian, penimbunan ‘emas’ khilafah oleh Gazi Mustafa Kemal Pasya teramatlah lama, yaitu sejak Turki Usmani digrogoti virus-virus sekuler (1924 M) hinggi kini, re-islamisasi Turki masih banyak menghadapi tantangan, baik internal maupun eksternal.

Secara internal, masyarakat Turki yang menjadi pion-pion Attaturk (Attaturkcular) masih terus menghantui kalangan Islamis. Selain itu, masyarakat juga sudah terlalu lama dijauhkan dari kultur Islam sehingga yang terbaratkan secara total bahkan menjadi ateis jumlahnya pun tidak terkira.

Isu ISIS

Gerakan lain utamanya di daerah perbatasan Suriah, Iraq, Iran, sangat mengganggu stabilitas Turki. Hal itu semua menjadi tantangan tersendiri bagi Turki ke depan.

Sementara di sisi eksternal, isu daulah islamiyah Iraq wa Syam (DAIS/ISIS/ISIL) adalah bahan provokasi yang dihadirkan juga untuk Turki. Sekedar catata, secara geografis Turki adalah negara satu-satunya yang berbatasan langsung dengan wilayah yang dikendali ISIS. Provokasi itu dimulai sejak 40 diplomat Turki ditawan ISIS di Mosul, kemudian Parlemen Turki pada Juni 2014 lalu memberikan waktu sampai dengan Oktober kewenangan operasi militer ke Iraq.

Akan tetapi, proporsionalitas Turki membuat operasi militer hanya berfokus pada penyelamatan warga negaranya. AS yang gemas sampai perlu memaksa Turki bergabung dalam “Coallition of Willing” menyerang ISIS di Iraq Utara.

Isu ISIS juga gangguan terhadap rencana Turki untuk impor minyak langsung ke wilayah Kurdi di Iraq Utara. AS pernah mengecam rencana impor langsung Turki dari Iraq Utara dengan alasan kedaulatan Iraq. Akan tetapi, setelah bantuan AS dalam melumpuhkan ISIS di kawasan ladang minyak tersebut, terlihat bahwa larangan AS kepada Turki tidak lebih agar rencana kerjasama minyak Turki gagal.

Di sisi lain, “Coallition of Willing” yang dipimpin AS, angkatan militer Iraq melakukan operasi kemanusiaan ke daerah Amerli; Inggris, Prancis, Jerman, Itali, Kroasia, Kanada, Ceko, AS, dan Albania berkomitmen untuk memberikan bantuan persenjataan dan logistik bagi Kurdistan dalam misi memerangi ISIS. Target jangka panjangnya adalah setelah Kurdistan Iraq menguat, kemudian penguatan terhadap PKK di Turki termasuk lepasnya wilayah Kurdi di Turki. Apabila benar-benar terjadi lepasnya wilayah Kurdi dari Turki maka hal ini merupakan potensi hilangnya legitimasi rakyat terhadap Pemerintahan Erdoğan dan AKP.

Kepentingan AS lainnya yang hendak dipertukarkan melalui isu ISIS ini adalah normalisasi Turki-Israel. Pada April 2013 John Kerry menemui Ahmet Davutoğlu di Istanbul, mengajukan tawaran: AS akan mendukung transisi Suriah, terutama kaitan dengan perbatasan dengan Turki, akan tetapi AS meminta ada normalisasi Turki-Israel.

Isu ISIS ini memang serius dikembangkan oleh AS dan negara-negara Barat. Misalnya di kolom foreignpolicy terbaru oleh Harald Doornbos dan Jenan Moussa berjudul “Found: The Islamic State’s Terror Laptop of Doom” (28/08/2014) kerap terus diulang potensi ISIS mempengaruhi warga negara perbatasan wilayah ISIS seperti: Turki; dan disebutkan juga mahasiswa Tunisia bernama Muhammad bergabung dengan ISIS di Suriah, serta terhadap seluruh dunia bersiap dengan Cyber Warfare.

Di tengah ragam ujian ini, Erdoğan rupanya cukup berhasil menoreh referensi baru perjalanan Islamis dalam memimpin negara. Semoga di masa datang idealismenya tetap menyala dan menularkan inspirasi bagi Indonesia untuk (juga) menjadi referensi baru bagi dunia

Akhmad Rofii Damyati adalah Ketua STIU Al-Mujtama’ Pamekasan, kandidat Doktor bidang Filsafat Islam pada Süleyman Demirel Üniversitesi, Turki

Arya Sandhiyudha AS, Ketua PPI Turki, penulis buku “Inspirasi Turki: Renovasi Negeri Madani”, kandidat Doktor bid. Hub. Internasional dari FATIH University, Turki

Artikel dimuat pertama kali oleh Hidayatullah.com

Subscribe to receive free email updates: