8 Hikmah Menanggapi Kemenangan Sementara Jokowi Versi KPU (Bagian 2, habis)




Oleh: Kholili Hasib
Tiga, cara Allah meringankan Beban

Puluhan kiai dan ulama pesantren di mayoritas kantong-kantong NU di Indonesia menitipkan amanah kepada Prabowo-Hatta.
Meminjam istilah  Dr Adian Husaini, wakil Ketua MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) kekalahan Prabowo sekaligus menjadi nasehat bagi kita semua, bahwa kita harus melihat semuanya dengan perspektif islami.

Jika tidak jadi Presiden, Allah subhanallah telah meringankan Prabowo Subianto dari beban teramat berat di akhirat. Sebab bagi seorang Muslim, kata Adian, kekuasaan merupakan salah satu jalan untuk ibadah. Sebab masih masih banyak jalan lain untuk ibadah.

“Perjuangan santri dan ulama adalah untuk menegakkan kebenaran. Sukses tidaknya perjuangan jangan hanya diukur dari diraih tidaknya kursi kekuasaan”, demikian nasihat Adian Husaini.

Empat, Tak cukup di Mimbar
Bangsa Indonesia, khususnya kaum Muslimin, memang harus terus diedukasi. Para cendekiawan dan ulama harus sering turun ke ‘bawah’. Fakta membuktikan, tidak semuanya umat ini mendengar fatwa para ulama. Masih banyak mereka yang hanya melihat persoalan secara duniawi saja.

Rupanya tak cukup bagi umat sekedar dihimbau sekali hanya melalui mimbar. Sebab para ulama, dai, tokoh agama harus perlu menjelaskan satu-persatu dengan cara turun ke bawah, langsung pada umat.

Fakta membuktikan, masyarakat memang cerdas dalam memilih sosok namun tidak cerdas membedakan mana haq dan mana bathil.

Lima, cermin masyakat, cermin Kita
Mengutip KH Arifin Ilham, umat Islam tidak kalah, sebab sejatinya jumlah umat Islam adalah kelompok mayoritas yang bisa saja dimenangkan Allah, jika Allah berkehandak. Hanya masalahnya, sedikit sekali umat Islam –bahkan menganggap kecil  bahkan masih banyak yang main-main– urusan kepemimpinan seperti ini. Sebagian malah suka berteriak-teriat di luar tapi tak ikut ambil bagian/berkontribusi dan tak ikut memberi penyadaran.

Alkisah ada seorang khawarij yang datang menemui Ali bin Abi Thalib ra seraya berkata, “Wahai khalifah Ali, mengapa pemerintahanmu banyak di kritik oleh orang tidak sebagaimana pemerintahannya Abu Bakar dan Umar?!” Sahabat Ali Menjawab, “Karena pada zaman Abu Bakar dan Umar yang menjadi rakyat adalah aku dan orang-orang yang semisalku, sedangkan rakyatku adalah kamu dan orang-orang yang semisalmu!”

Sesunnguhnya keadaan rakyat itu ya mencerminkan bagaimana pemimpinnya.

كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلَّى عَلَيْكُمْ
“Bagaimanapun keadaan kalian (rakyat), maka begitulah keadaan pemimpin kalian.”

Enam, memperbaiki diri
Jika ingin mendapatkan pemimpin yang baik maka, mari kita mulai berjuang memperbaiki diri kita dari sekarang untuk mendapatkan pemimpin yang baik di masa yang akan datang. Kita kaum Muslimin masih gemar berpecah-belah. Mengungkit-ungkit persoalan kecil dalam agama sehingga menjadi isu besar.

Bahkan ada yang suka mencela ulama dan menyesatkan gara-gara ikut Pemilu yang dianggap haram. Bisakah untuk mengutakaman persatuan umat yang suka memvonis itu menahan diri untuk tidak mencela?

Tujuh, berkhusnudzon pada Jokowi
Kini, amanah di pundak Jokowi. Sebagai seorang Muslim, Jokowi, sudah sepatutnya juga mendengarkan nasihat santri, ulama dan keraguan umat Islam selama ini atasnya.  Amanahnya adalah, dirikan negeri ini berdasarkan atas iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bukankah ketika menjadi Wali Kota Solo, Jokowi sempat merapat juga ke ulama?

Kepada presiden baru, kami menitipkan, bahwa negara ini lebih beradab jika pemimpin memerikan prioritas dan penghargaan yang tinggi kepada ulama, ilmuan dan orang-orang yang berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Dalam negara yang beradab, maka pengaturan anggaran harus diproritaskan untuk membangun kemandirian bangsa, sehingga bangsa ini tidak tergantung kepada bangsa lain, agar tidak menjadi bangsa yang hina dan gambang didekte oleh bangsa asing.

Rakyat yang mayoritas Muslim ini wajib didorong untuk dapat  melaksanakan ajaran agamanya dengan baik, agar mereka menjadi manusia yang jujur dalam keimanannya kepada Allah, tidak mengikuti prilaku iblis.

Agar semua terlaksana dengan baik, seorang pemimpin harus menempatkan Allah sebagai Tuhan satu-satunya yang berhak disembah dan ditaati. Karena itu sangat tepat keputusan Mahkamah Konstitusi RI tahun 2010, yang mempertahankan UU No. 1/PNPS/1965 yang melarang berkembangnya aliran atau paham yang merusak bangsa dan agama yang tidak diakui di Inonesia.

Mari camkan pesan Imam al-Gazali: “Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan, dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan.” (Ihya’ Ulumuddin II hal. 381).

Karena itu sudah wajar jika umat Islam menginginkan Jokowi ikut menjaga akidah umat Islam, memberantas kezaliman dan nahi munkar, serta mengawal umat Islam agar bisa melaksanakan syariatnya.

Delapan, itulah Takdir
Tauhid kita mengajarkan ada takdir Allah di setiap kejadian, bahkan termasuk jarum jatuh ke bumi atau debu-debu yang beterbangan. Kekuasaan itu milik Allah dan akan selalu dipergilirkan oleh Allah. Kejadian ini bukan semata-mata kemenangan media atau tim sukses, tapi memang Allah yang berkendak.

Sebagaimana firman Allah :

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah : Wahai Tuhan Yang mempunyai kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada yang Kau hendaki, Engkau cabut kekuasaan kepada yang Kau hendaki, Engkau muliakan orang melalui kekuasaan kepada yang Kau hendaki, dan Engkau hinakan melalui kekuasaan kepada Yang Kau hendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran : 26).

Jikapun ada yang merasa kalah, tetaplah gembira, setidaknya yang kalah telah ikut bersama barisan ulama, meski Allah tidak mentakdirkannya.

Sumber: Hidayatullah.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "8 Hikmah Menanggapi Kemenangan Sementara Jokowi Versi KPU (Bagian 2, habis)"

Post a Comment